Halaman:Rimba-Rimba.pdf/77

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

Rimba-Rimba

Pada awalnya perguruan itu hanya tempat mengaji dan menempa diri untuk suku Caniago. Namun lama kelamaan tidak hanya suku Caniago, namun dari daerah lain juga banyak murid berdatangan.

Asal muasalnya adalah surau Nurul Iklas di Lekok Jirek. Semenjak dibangun kondisinya sangat menyedihkan. Surau itu hampir tidak tersentuh. Bahkan tiang pendukungnya hampir roboh. Sewaktu Buya Malin Mandaro pulang kampung, setelah menuntut ilmu agama, ia begitu prihatin dengan kondisi itu. Ia mencoba lagi membangunkan surau itu dari tidur panjangnya. Sedikit demi sedikit akhirnya ia mampu juga.

Hampir setiap malam surau itu penuh sesak oleh murid-murid pengajiannya. Pukul tujuh malam sehabis magrib sampai pukul Sembilan, giliran murid-murid di bawah 15 tahun untuk mengaji. Kemudian pukul sembilan malam ke atas baru giliran murid-murid dewasa. Bahkan banyak juga muridnya yang bermalam di surau itu.

Sekali seminggu, pada Jumat malam, di surau itu diadakan ceramah agama. Sudah bisa dipastikan pesertanya sesak. Bahkan dinding-dinding surau seakan tidak mampu menampung masyarakat yang datang.

Untuk mengikat tali persaudaran antar kampung, sekali sebulan diadakan pengajian keliling. Satu kampung akan mendatangi kampung lain untuk mendengarkan pengajian.

Tidak berapa lama, usaha itu berkembang. Namun Buya merasa perlu regenerasi yang kokoh. Setidaknya jika nanti ajal menjemput ada generasi yang bisa melanjutkan perjuangannya itu.

Di antara muridnya, paling kurang ada sepuluh orang yang menonjol yaitu Johan, Zakir, Kamil, Ali, dan

61