Halaman:Rimba-Rimba.pdf/34

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

Rimba-Rimba


itu. 'Begitu merdu suaranya. Orangnya pun cantik pula. Aduhai, suatu paduan yang sangat menarik. Andi ia menjadi pendampingku kelak.' la terbawa dalam alunan lamunan yang memabukkan itu. Harus diakui, Syabilla. gadis Padangpanjang itu membuatnya betah jauh dari keluarga.

Kemudian ingatannya dikelilingi awan hitam. Sudah hampir sebulan terakhir kehidupan mereka tidak tenang, kekisruhan itu bermula oleh suara berat seorang penyiar radio yang mengabarkan akan terjadinya pemberontakan karena ketidakpuasan terhadap pemerintah pusat. Bagi Johan dan masyarakat kecil lainnya perang hanya sebuah petaka, derita yang tidak terperikan. Pemberontakan hanyalah persoalan elit politik untuk sebuah kekuasaan.

Kedamaian sebentar lagi akan terenggut. Ia masih ingat tiga hari lalu ketika pelaksanaan acara ulang tahun pesantren terancam tidak jadi. Situasi keamanan kian tidak menentu. Haji Sabri selaku pimpinan pesantren belum bisa memutuskan apakah acara akan tetap dilangsungkan atau tidak. Sangat beresiko tinggi. Akan tetapi kuatnya permintaan dari santri, apalagi undangan juga sudah disebar, acara tetap dilanjutkan.

Kegelisahan menyeruak di kamar-kamar santri. Mereka sudah resah. Bustaman dari Bukittinggi sudah pulang kampung. Mardan dari Silaing sudah tidak datang lagi. Jufri dari Padang sudah seminggu tidak menampakkan batang hidungnya.

Yang tinggal tidak sampai sepuluh orang, itupun santri yang kampungnya jauh dari Kota Padangpanjang. Ada Syafri dari Rengat, Rusman dari Sijunjung, Bujang dari Payakumbuh. Di sudut, duduk Johan dari Solok. Ia santri paling tua, sudah 23 tahun lebih. Di kampungnya.

20