tindakan penghisapan. Apa lagi karena kemiskinan melumpukan mereka untuk melawan ketidakadilan, dan karena sedikit milik yang ada pada mereka justru makin harus dianggap keramat, semakin milik itu tidak memadai.
Tidakkah barangkali kepatuhan terhadap pedomanpedoman bertindak itu dengan sendirinya melumpuhkan kekuatan perbedaanperbedaan tadi, dan mengenyahkan sama sekali sebab-musababnya?
Cinta Kasih
18. Akan tetapi Gereja, dengan Yesus Kristus sebagai Guru dan pemimpinnya, tiada hentinya mencari lebih dari keadilan saja. Gereja memperingatkan, bahwa dengan mematuhi pedoman yang lebih sempurnalah kelas tertentu bergabung dengan kelas lainnya dalam persaudaraan dan persahabatan yang seakrab-akrabnya. Kita tidak dapat memahami dan menilai harta-benda kehidupan di dunia ini, tanpa mempunyai visi yang jelas tentang kehidupan lain yang takkan binasa. Kalau itu kita abaikan, kita juga dan segera kehilangan citarasa keutamaan yang sejati. Segala sesuatu yang berkaitan dengan dunia jasmani ini memudar dalam misteri, yang tidak terduga oleh akalbudi manusiawi. Alam kodrati dan ajaran iman Kristiani sama-sama mengajarkan kebenaran, yang merupakan landasan yang menopang seluruh pengertian tentang agama: bahwa hanya sesudah meninggalkan hidup inilah kita baru akan sungguh-sungguh mulai hidup. Bukan untuk hal-hal yang serba lalu dan dapat binasa, melainkan untuk kenyataan surgawi dan abadilah Allah menciptakan manusia. Bumi memberi kita tempat perantauan, bukan kediaman. Kelimpahan atau kekurangan harta-kepunyaan dan hal-hal lain yang disebut baik tidak penting bagi kebahagiaan kekal. Yang paling penting: bagiamana menggunakan semuanya itu. Ketika Yesus Kristus mendatangkan penebusan melimpah bagi kita, Ia tidak membebaskan kita dari pelbagai duka-derita yang merupakan sebagian besar hidup di dunia ini. Ia mengubahnya menjadi rangsangan–rangsangan untuk keutamaan dan kesempatan bagi pahala. Jelaslah, bahwa tiada makhluk hidup di dunia ini dapat meraih harta kekal tanpa menelusuri jejak-jejak berdarah Yesus Kristus. ”Jika kita bertekun, kita pun akan ikut memerintah dengan Dia” (2 Tim 2:12). Susahpayah dan kesengsaraan yang ditanggungNya atas kerelaanNya sendiri secara menakjubkan menumpulkan tajamnya segala jerihpedih dan duka-derita. Ia mempermudah kita menanggung kesedihan, bukan hanya melalui teladanNya, melainkan juga berkat rahmatNya dan harapan akan ganjaran kekal yang ditawarkanNya kepada kita. ”Penderitaan ringan sekarang ini mengerjakan bagi kami kemuliaan kekal yang melebihi segalagalanya, jauh lebih besar dari pada penderitaan kami” (2 Kor 4:17).
19. Oleh karena itu kaum kaya diperingatkan, bahwa kekayaan tidak mendatangkan pembebasan dari penderitaan atau bantuan untuk mencapai kebahagiaan kekal; justru lebih bersifat