Halaman:Puisi Afrizal Malna; Kajian Semiotika.pdf/75

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

Permainan semiotis yang digunakan dalam sajak Malna adalah dengan mengandaikan puisi sebagai ruang yang dalam seni rupa dinamakan sebagai seni instalasi, yaitu tempat benda yang kebanyakan dari golongan barang bekas dicomot dan digantung, atau ditempatkan dengan ekspresi yang aneh dan menimbulkan saling-silang pertandaan secara vertikal dan horisontal. Dan puisi Malna pun digambarkan juga dengan beragam "tempelan benda-benda" seperti itu. Dalam suatu kesimpulan tentang perumpamaan itu, ia mengatakan bahwa puisinya terbentuk melalui "berpikir dengan gambar". Konskuensinya adalah pada umumnya puisi Malna tidak mempertimbangkan logika secara semantis. Ciri puisi Malna juga tidak terlepas dari aliran dadaisme yang tidak bertujuan menentang kemapanan nilai estetika dan moral yang berlaku dalam masyarakat. Itu ditandai oleh adanya beberapa diksi dada yang mewarnai sajaknya.

Empat sajak yang dibahas dalam penelitian itu merupakan sajak Malana yang memiliki kemungkinan keberartian yang bisa dibahas melalui ilmu pertandaan, yaitu semiotika. Keempat sajak itu, yaitu "Asia Membaca", "Chanel 00", "Lorong Gelap dalam Bahasa", dan "Perempuan dalam Novel" sebenarnya dapat dianalisis dengan pendekatan ilmu semiotika. Dengan itu, penulis dapat menemukan tema penting yang menjadi ciri utama literer penyair Afrizal Malna.

Sajak "Asia Membaca" menampilkan tema yang menjadi salah satu sumber inspirasi penyairnya, yaitu tentang dunia ketiga dalam panorama kolonialisme. Sajak kedua, "Chanel 00", mewakili tema puisi Malna tentang dunia media konsumerisme. Sajak ketiga, "Lorong Gelap dalam Bahasa", menampilkan tema yang menjadi sentral dalam pemikiran Malna tentang bahasa. Sajak keempat, "Perempuan dalam Novel", mengemukakan sebuah mitos tentang sosok perempuan yang menjadi model dalam novel terkenal, yaitu Sitti Nurbaya.

Akhirnya, dalam membaca puisi Malna, kita harus ingat bahwa, seperti dikatakannya, puisinya hanya akan hidup dalam pikiran pembaca, dan bukan di tangan penyairnya, untuk

61