Halaman:Propinsi Sumatera Utara.pdf/762

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

B. PENDIDIKAN DAN PENGADJARAN.

Kalau bab ini kita mulai dengan pengertian, bahwa pendidikan dan pengadjaran ialah alat-alat jang terutama untuk mentjerdaskan dan memadjukan rakjat, disamping itu sebagai alat atjuan pembentuk djiwa manusia kedjurusan jang dikehendaki oleh Pemerintah jang berkuasa, maka tidak akan kita dapati gambaran jang sewadjarnja dari sedjarah perkembangan pendidikan dan rengadjaran di Sumatera Utara ini chususnja, kalau dimulai harja dari sesudah Indonesia Merdeka. Djustru perkembangan pendidikan dan pengadjaran sesudah Indonesia Merdeka ini tidak sunji dari pengaruh-pengaruh jang diwariskan oleh perkembangan jang mendahuluinja dizaman sebelum Indonesia Merdeka.

Lebih memadai dari sekadar mengutarakan pesatnja perkembangan pendidikan dan pengadjaran di Sumatera Utara ini sesudah Indonesia Merdeka, ialah dengan menindjau lagi pengaruh-pengaruh jang dikandung sedjarah, jang membuka djalan sebenarnja bagi adanja kepesatan perkembangan jang datang kemudian itu.

Kita memang sudah selajaknja merasa bangga, bahwa sesudah Indonesia Merdeka, Medan sebagai ibukota propinsi dapat pula mendjadi kota perguruan tinggi disamping Djakarta sebagai ibukota Negara. Akan tetapi kebangsaan ini tentunja lebih-lebih dirasakan dalam perbandingan bahwa jang demikian itu tadinja dizaman kolonial adalah suatu hal jang tiada terpikirkan, kalaupun tidak dapat dikatakan mustahil sama-sekali.

Pemerintah-pemerintah sebelum Indonesia Merdeka jang bertukar berganti dengan masing-masing pandangan politik, jang antara satu sama lain sangat ber-beda-beda, telah mengakibatkan pula, bahwa perkembangan pendidikan dan pengadjaran didaerah propinsi ini chususnja mengalami peralihan-peralihan, jang tak dapat dipandang ketjil artinja sebagai pendahuluan perkembangan pendidikan dan pengadjaran sesudah Indonesia Merdeka.

Dengan demikian, dalam uraian ini kita harus memulai tindjauan lebih djauh kebelakang, jaitu kezaman kolonial Hindia-Belanda.


DIZAMAN HINDIA-BELANDA.


Bermula untuk memutar roda peralatan tatausahanja jang lambat laun tak dapat diisinja semuanja dengan tenaga-tenaga bangsanja sendiri, maka pemerintah kolonial Hindia-Belanda dahulu terpaksa memerlukan tenaga-tenaga dari bangsa kita sendiri jang terdidik Akan tetapi untuk keperluan tersebut, tenaga-tenaga kita jang disebutkan „inlanders" itu sudah dipadakan, bila sudah tahu sekadar membatja, menulis dan berhitung sadja.

Mereka jang terdidik „minimaal" itu dipekerdjakan dilapisan terendah selaku djurutulis atau krani pada kantor-kantor Gubernemen (Pemerintah) dan kantor-kantor perusahaan partikelir kaum modal asing.

Selebih dari jang diperlukan sebagai djurutulis atau krani itu, dilepaslah mereka , jang dengan pengetahuannja membatja, menulis dan

740