Halaman:Propinsi Sumatera Utara.pdf/645

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

LALU LINTAS PERDAGANGAN.

Perdagangan dalam Negeri.

Kemauan pengusaha dan pedagang Nasional dalam memperbaiki usahanja nampak sekali. Kesulitannja terletak pada kekurangan modal , kekurangan alat, kekurangan pengalaman, organisasi jang tidak sempurna dan tidak adanja hubungan langsung dengan luar negeri. Pedagangpedagang kita harus beladjar sungguh-sungguh dengan pimpinan Pemerintah melengkapkan sjarat-sjarat mendjadi pedagang besar atau pengusaha besar ; kalau tidak perniagaan Nasional akan memakan waktu jang lama sekali untuk mendapat kemenangan menjaingi perniagaan asing jang telah tjukup pengalaman dan mempunjaj kuku jang kuat menggenggam djalan perniagaan ditanah air.

Ada sifat pedagang bangsa kita jang buruk jaitu keinginan hendak berdjalan sendiri- sendiri, hendak beruntung sendiri atau kadang-kadang kurang kepertjajaan atau pengertian terhadap pentingnja tenaga- tenaga dan modal dipersatukan. Dalam masa-masa permulaan kemerdekaan kita ini, kebanjakan pedagang memusatkan perhatian kepada soal- soal lisensi sadja. Kredit jang diperoleh dari bank-bank Pemerintah sering tidak dapat diputarkan sebagaimana mestinja.

Pada waktu-waktu jang achir nampak tanda- tanda kemadjuan berpikir didorong oleh pengalaman- pengalaman jang pahit selama menentang tenaga-tenaga raksasa jang tjakap dari pedagang-pedagang dan pengusaha-pengusaha asing ini.

a.Importeur Indonesia.

Menurut rentjana tahun 1950, importeur- importeur Benteng ditentukan nama kota pelabuhannja, begitu djuga djumlah maximum importeur jang diperlindungi untuk masing -masing kota pelabuhan itu. Di Sumatera Utara ditentukan kota-kota Medan, Sibolga, Kutaradja, Lho'Seumawe dan Bireuen dengan djumlah importeur sebanjak 30. Tetapi dalam tanun 1951 pembatasan djumlah importeur jang diperlindungi ini dianggap tidak perlu lagi, demikian djuga penundjukkan kota-kota pelabuhan seperti diatas.

Tindakan Pemerintah jang melepaskan sistim pentjatutan deviezen, pada mulanja dirasakan kalangan Importeur Indonesia sebagai pukulan dengan alasan bahwa hal itu mengurangi perlindungan kepada ,, Newcomers" jang datang belakangan. Sebaliknja dapat dimengerti djuga oleh mereka sifat ,,didikan" jang terkandung dalam sistim baru itu. Kala dulu Importeur-importeur Benteng dengan automatis menerima deviezen, maka sekarang mereka diantara sesamanja harus bersaingan dalam memadjukan ,,offerte", djadi mereka harus setjara bersungguh-sungguh berusaha, agar lambat laun pada sesuatu masa kelak, mereka dapat berdiri bersaingan dengan Importeur Asing dengan tidak usah memerlukan perlindungan lagi.

623