Halaman:Propinsi Sumatera Utara.pdf/635

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

PERIKANAN LAUT.

Kemunduran dalam usaha perikanan laut.

Semasa pendjadjahan Belanda, soal perikanan laut di Sumatera Utara belum mendapat perhatian jang besar dari pihak Pemerintah. Tidak ada dorongan, lebih-lebih pimpinan bagi para nelajan. Tidak ada perlindungan terhadap usaha-usaha bangsa Indonesia sendiri.

Usaha penangkapan dan pengeringan ikan laut di Bagansiapi-api jang terkenal misalnja hampir seluruhnja berada dalam tangan orang Tionghoa. Dizaman pendudukan Djepangpun tidak diadakan perbaikanperbaikan. Penghasilan ikan sangat merosot. Rakjat banjak sukar memperoleh ikan, karena tentera Djepang selalu mendahulukan kepentingan militernja.

Diwaktu revolusi sedang berkobar, sudah barang tentu Pemerintah Republik Indonesia belum dapat mengarahkan perhatian setjukupnja kepada soal perikanan laut ini. Baru pada tanggal 15 Nopember 1850 diadakan Djawatan Perikanan Laut di Sumatera Utara, jang terdiri atas Ressort XIV (Atjeh), Ressort VII (termasuk daerah Sumatera Timur) dan Ressort VI (termasuk daerah Tapanuli).

Oleh karena itu keterangan- keterangan jang diperlukan mengenai perikanan laut di Sumatera Utara sukar diperoleh. Tetapi jang tidak dapat disangkal ialah bahwa kerusakan dan kemunduran njata sekali dalam lapangan perikanan laut, antara lain disebabkan oleh:

  1. alat-alat penangkap ikan seperti djaring jang rusak tidak dapat diganti oleh karena ketiadaan persediaan benang dan sebagainja.
  2. para nelajan banjak jang mengungsi meninggalkan begitu sadja perahu dan perusahaan mereka.

Apabila dikehendaki adanja usaha-usaha jang lebih intensif dalam lapangan perikanan laut ini, maka usaha-usaha rakjat harus diberi dorongan dan bantuan jang tjukup. Dapat dirasakan betapa sukarnja Djawatan Perikanan Laut menghadapi soal ini mengingat:

  1. kekurangan pengalaman berhubung dengan djawatan ini termasuk dalam djawatan-djawatan jang baru didirikan.
  2. Kekurangan tenaga- tenaga ahli. Sampai pada sa'at penjusunan tulisan ini, boleh dikatakan baru 30% dapat diisi dengan tenaga² jang diperlukan. Hal ini tidak mengherankan djika diingat bahwa dizaman pendjadjahan Belanda hanja sedikit sekali djumlah bangsa kita diberi kesempatan untuk dilatih mendjadi ahli perikanan laut. Sebelum perang dunia kedua di Djawa telah lama adanja Djawatan Perikanan Laut, tetapi di Sumatera tidak mendapat perhatian.
  3. Djawatan ini memerlukan djumlah uang jang lebih besar dari pada apa jang ditetapkan sekarang, sehingga rentjana- rentjana tidak dapat dilaksanakan.

613