Halaman:Propinsi Sumatera Utara.pdf/474

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

Kewadjiban kita membangun adalah berat, terutama sekali karena rakjat Indonesia jang kini 75 djuta djiwa itu, tiap-tiap tahun bertambah 3 sampai 1 djuta djiwa.

Itu tiap-tiap tahun, dan untuk mengusahakan, supaja kemakmuran itu benar-benar dapat dirasakan seluruh rakjat, perdjuangan kita mendjadi semakin berat .

Sebenarnja alam kita adalah kaja, dalam bumi Indonesia tersimpan kekajaan jang tidak ternilai harganja, dan dikulit bumi djuga banjak harta kekajaan jang tidak kita usahakan. Bangsa Indonesia selama ini adalah ibarat seekor ajam jang mati dilumbung padi atau seekor itik jang mati kehausan didalam kolam. Hal itu adalah karena pendjadjahan jang dipaksakan pada diri kita beratus- ratus tahun oleh Belanda.

Tetapi sekarang kita sudah merdeka dan berdaulat. Hari kemudian bagi bangsa kita terletak ditangan kita sendiri.

Dalam pada itu hendaklah dijakinkan benar, bahwa kemakmuran itu tidak pernah djatuh dari langit, logam jang tersimpan dalam bumi Indonesia itu tidak keluar dengan sendirinja sadja. Semuanja mesti dikerdjakan.

Perdjuangan kita ini mengalami kesulitan lagi, karena ada orang jang tidak suka kita makmur, karena kalau kita makmur, kita akan mendjadi kuat. Dan orang-orang itu tidak suka melihat kita mendjadi kuat, karena mereka mau menguasai kita, walaupun tidak merupakan pendjadjahan jang njata, mereka mentjoba untuk mempengaruhi kita.

Oleh sebab itulah pekerdjaan kita berat untuk mentjiptakan kemakmuran bagi rakjat, supaja rakjat dapat dilepaskan dari siksaan kemiskinan dan kemelaratan. Barangkali di Tandjung Balai ini, kemiskinan dan kemelaratan jang saja sebutkan itu tidak kelihatan, tetapi kita hendaklah mengetahui, bahwa Indonesia ini adalah luas, dan meliputi 1/9 bahagian dari daratan bumi di chatulistiwa.

Tudjuan kita bukanlah hanja supaja rakjat kita mendapat tjukup makan dan tjukup pakaian, tetapi disamping itu kita inginkan djuga kemakmuran rochani disamping kemakmuran djasmani.

Kita tjita-tjitakan supaja seluruh rakjat dapat menempuh peladjaran jang lajak. Pun kita tjita-tjitakan supaja sampai kepada dusun jang terpentjil diatas bukit djuga dapat diterangi dengan lampu listrik. Kita ingin supaja pada tiap-tiap dusun ada satu radio umum untuk rakjat.

Kesemuanja itu telah kita lihat dapat ditjapai oleh Djepang, satu bangsa jang negaranja lebih ketjil dari Indonesia. Jang mendjadi pertanjaan ialah, kalau Djepang dapat, kenapa Indonesia tidak? Mungkin orang mengatakan, bahwa semuanja itu tidak mungkin, tetapi hendaklah orang jang berkata begini mengakui, bahwa apa jang dahulu tidak mungkin kini terbukti mendjadi kenjataan. Lima belas tahun jang lalu, orang kata, Indonesia tidak mungkin merdeka, karena pendjadjahan Belanda adalah kuat, tetapi apa jang tidak mungkin itu kini sudah ternjata, bisa mungkin.


452