Halaman:Propinsi Sumatera Utara.pdf/118

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

Usul dari pihak tentera di Atjeh ini dibitjarakan dalam sidang pada tanggal 6 April 1946, dirumah kedudukan Residen, dipimpin oleh Residen sendiri dan dihadiri oleh pihak Tentera dan wakil-wakil dari Markas Daerah Pesindo, Markas Besar Mudjahidin, P.P.R. Daerah Atjeh, Masjumi, P.N.I., Komite Nasional Daerah, P.S.I. Daerah Atjeh, P.K.I. Serpi dan Perwari. Dalam rapat itu diputuskan bahwa „sampai pada sa'at jang terachir hari itu keadaan daerah Atjeh adalah demikian rupa sehingga pemerintahan sipil belumlah perlu lagi ditukar dengan pemerintah militer, sehingga usul kepada jang berwadjib untuk mengganti pemerintahan sipil mendjadi pemerintahan militer belumlah lagi tiba masanja." (menurut Komuniké dari Djawatan Penerangan Atjeh).


Pernjataan Presiden seluruh Indonesia dalam keadaan balıaja disambut di Atjeh, Sumatera Timur dan Tapanuli dengan semangat waspada. Di Atjeh, Sumatera Timur dan Tapanuli masing-masing dibentuk Dewan Pertahanan Daerah Keresidenan untuk menghadapi suasana jang genting itu.


Berhubung dengan kegentingan suasana politik di Djawa, jaitu pentjulikan terhadap Sutan Sjahrir di Solo dan kemudian pertjobaan coup d'état oleh Persatuan Perdjuangan (peristiwa 3 Djuli), maka dalam suatu rapat umum istimewa jang berlangsung di Kutaradja pada 6 Djuli 1946 telah diambil mosi jang menjatakan : pertama, mentjela sikap dari golongan Indonesia jang telah melakukan pentjulikan terhadap Perdana Menteri Sutan Sjahrir, kedua berdiri teguh dan siap sedia demgan persatuan jang sekokoh-kokohnja untuk membantu dedengan segenap tenaga, harta dan djiwa kepada Pemerintah N.R.I., ketiga tetap memperdjuangkan kemerdekaan seratus prosen diseluruh kepulauan Indonesia, {{sp|keempat}] pertjaja dengan sepenuhnja kepada kebidjaksanaan Pemerintah N.R.I. dan kabinet Sjahrir buat menghadapi pihak Belanda, kelima meminta kepada Gubernur Sumatera supaja menjampaikan kepada pihak Sekutu supaja kapal-kapal terbang Belanda djangan lagi melintasi daerah Atjeh sebab tidak terdjamin lagi keamanannja.


Dari tanggal 7 sampai 12 Nopember 1946 Belanda melakukan serangan membabi buta terhadap Lho' Nga.


Djuga Tapanuli tidak luput dari pada pertumbuhan adanja anasir-anasir jang dapat mengatjaukan keadaan. Keadaan ini terutama berlangsung disekitar bulan April 1946. Antara kedjadian-kedjadian jang merupakan tindakan liar dapat ditjatet: Kepala Luhak Sibolga dan Wakilnja diantjam supaja meletakkan djabatan, penangkapan atas Demang Balige dan seorang Dokter di Balige, Kepala Negeri Parparean dan teman-temannja jang lain, pentjulikan atas diri Ketua Komite Nasional Sipirok oleh Beruang Hitam.


Alimin Nainggolan membawa Lasjkar dari Sumatera Timur dan mengadakan penangkapan-penangkapan liar mulai dari Sidikalang (Dairi) dan menembus ke Pangururan (Samosir) dan akan diteruskan keseluruh Tapanuli .