Halaman:Pola-Pola Kebudajaan.pdf/52

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

INTEGRASI KEBUDAJAAN

53

keseluruhan² jang penuh arti. Hal ini disebabkan karena sifat dan watak uraian² etnologi masa dulu. Para ahli-anthropologi klassik dalam pekerdjaannja tak mempergunakan pengetahuan langsungnja tentang bangsa² primitif. Merkka itu adalah sardjana²-kamar jang mempergunakan anekdot² berasal dari pelanijong² dan missionaris², ditambah dengan uraian² formil dan skematis para ahli-etnologi kuno. Bahan² ini memungkinkan mereka mendapatkan suatu pemandangan umum tentang adatkebiasaan², seperti pentjungkilan gigi, atau meramah dari isi perut binatang, akan tetapi samasekali tak mentjukupi untuk menentukan kedudukan jang dimiliki adatkebiasaan² ini dalam berbagai suku, jang memberi arti dan bentuk kepadanya.

Penjelidikan² kebudajaan seperti The Goiden Bough dan penjelidikan² tradisionil ilmu perbandingan bangsa² adalah tindiauan² anafistis dari berbagai ijiri kebudajaan dan samasekali tak me-njinggung² masalah integrasi. Adatistiadat perkawinan dan kematian didjelaskan dengan tjontoh², jang tanpa pilih² diambil dari berbagai bentuk²-kebudajaan dan oleh karena itu mendjadi sematjam raksasa Frankenstein jang mekanis, jang mata kanannja berasal dari pulau Fidji, mata kirinja dari Eropah, satu kaki dari pulau Api dan kaki lainnja dari Tahiti, sedang kan djari² tangan dan djari² kakinja berasal dari berbagai daerah² lain, Apa jang digambarkan itu tak pernah betul²bada dalam kenjataan, baik sekarang maupun dahulu. Oleh karena masalah? jang utama tetap tak terpetjahkan seperti misinya kalau psykiatri puas dengan suatu katalogus berisi lambang² jang dipergunakan oleh psikopath² dengan mengabaikan penjelidikan keseluruhan? daripada sistim², kompleks-simptom², seperti schizophreni, histeri dan njeri² jang sifatnja manic-depressif, dimana jambang² ini menduduki tempat tertentu. Dalam berbagai peristiwa ini peranan jang dimainkan oleh suatu tanda atau simptom tertentu dalam kelakuan² si sakit, bisa sangat berlainan, baik dalam hubungannja dengan pribadi keseluruhannja, maupun dengan semua segi²nlain dari kelakuan²nja. Apabila kita betul² menaruh perhatian kepada kerdja djiwa, maka kita baru bisa memahaminja setelah kita menetapkan tempat mana jang diduduki oleh suatu lambang chusus dalam seluruh kepribadian individu.

Apabila penjelidikan²: tentang kebudayaan dilakukan dalam semangat jang demikian itu, maka ini akan membawa hasil² jang salah pula. Djikalau kita menaruh perhatian kepada bentuk²-kebudajaan, maka kita baru bisa memahami arti suatu bagian tertentu te hadap dari adatkebiasaan, setelah kita memudjanja dihadapan Jatarbelakang motif² dan nilai² jang dipungut oleh kebudajaan ini dalam lembaga²nja. Dewasa ini jang sangat diperlukan ialah menjelidiki kebudajaan jang hidup berserta memahami alam pikiran dan fungsi² lembaga²nja, dan