Halaman:Pola-Pola Kebudajaan.pdf/233

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

INDIVIDU DAN POLA-POLA KEBUDAJAAN

235

setjara bidjaksana. Tidak begitulah jang kita lakukan, melainkan kita mentjemoohkan Don Quichotte² kita sebagai wakil² jang menggelikan dari tradisi jang sudah runtuh, dan kita selalu sadja mengganggap tradisi kita sebagai jang terachir (dan terbaik) dan telah ditetapkan oleh kodrat.

Akan tetapi dalam pada itu masalah therapeutis mengenai tjara menghadapi psychopath² sematjam ini, sering disalahpahamkan. Sering tidak mustahil untuk menghadapi persengketaan mereka dengan tjara jang lebih bidjaksana daripada memaksa mereka menjesuaikan diri mereka dengan ukuran² jang asing bagi mereka. Masih selalu tinggal dua djalan terbuka. Pertama, kita bisa mengadjarkan kepada orang sematjam itu untuk memandang ketjenderungan²nja sendiri dengan perhatian jang lebih objektif dan mengandjurkan kepada mereka untuk setjara tenang menguasai sifat² jang berbeda dari type jang umum. Apabila mereka itu achirnja bisa memahami bahwa penderitaannja itu disebabkan karena tiadanja sokongan dari pengertian² ethis tradisionil, maka ia lambat-laun akan bisa berusaha untuk menerima perbedaan dengan penuh kesataran. Baik emosi² type manis-depressif jang meluap² maupun kesunjian dimana type schizophren mengungkung dirinja sendiri mempunjai nilai jang tertentu bagi hidup ini, jang tak dimiliki oleh mereka jang orientasinja berbeda. Individu, jang tanpa mendapat sokongan, jang memang memiliki bakat pemberani dan menganut nilai² kesusilaan jang digemari, dengan begitu bisa mendapatkan djalan untuk berkelakuan setjara memuaskan, sehingga tak perlu lagi ia bersembunji dalam suatu dunia sendiri jang dibuatnja untuk dirinja sendiri. Dengan begitu lambat-laun iapun bisa bersikap lebih bebas dan kurang repot dalam menghadapi sifat²nja jang „abnormal” dan sikap ini bisa mendjadi dasar diatas mana ia bisa membangunkan penghidupan jang memuaskan.

Kedua, pendidikan diri sendiri sisakit itu dibarengi dengan toleransi jang lebih besar dalam masjarakat terhadap orang² jang bertype „abnormal”. Untuk ini banjaklah kemungkinan² jang bisa didjalankan. Tradisi bersifat neurotis, sama sadja dengan sisakit jang manapun djuga : ketjemasan ber-lebih²an terhadap abnormalitet² jang berbeda dengan ukuran² jang kebetulan berlaku mengandung segala tanda² psychopathis. Ketjemasan ini tak mau dibimbing oleh suatu pertanjaan kepada dirinja sendiri se-tjermat²nja, sampai dimana keseragaman itu diperlukan bagi kesedjahteraan masjarakat. Dalam kebudajaan² jang tertentu lebih banjak abnormalitet² individuil dibolehkan daripada dalam kebudajaan² lain, dan ternjata bahwa kebebasan jang lebih besar ini tidak merugikan masjarakat. Adalah sangat boleh djadi, bahwa dalam organisasi² sosial dimasadepan toleransi terhadap perbedaan