Halaman:Pola-Pola Kebudajaan.pdf/210

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

SIFAT-TABIAT MASJARAKAT

211

kawinan dalam masjarakat kita adalah keadaan jang tidak akan bisa diterangkan se-djelas²nja, djikalau ini hanjalah dianggap sebagai suatu variasi dari persetubuhan atau hidup berumahtangga. Kedudukan modérén seorang isteri dan perasaan émosi modérén tentang tjemburu tak akan bisa dipahami djuga, apabila kita tidak mempunjai kuntji berupa kenjataan, bahwa dalam peradaban kita pada umumnja, tudjuan utama seorang laki² ialah mengumpulkan kekajaan² dan memperlipat gandakan kesempatan² dimana kekajaan² ini bisa dipamerkan. Sikap kita terhadap anak² kita tenjata dipengaruhi pula oléh tudjuan kebudajaan ini. Anak² kita bukanlah peribadi² jang hak²nja dan pendapat²nja kadang² dihormati semendjak ketjilnja, seperti dalam masjarakat primitif akan tetapi meréka itu adalah tanggungdjawab² chusus, seperti halnja dengan kekajaan² kita, dimana menurut keadaannja kita dikalahkan atau dimenangkan. Sedikit-banjaknja meréka itu adalah akibat daripada kita sendiri dan memberi kesempatan baik kepada kita untuk mendesakkan kekuasaan kita. Perhubungan seperti ini tidaklah karakteristik bagi hubungan² antara orang tua dan anak, halmana kita akui dengan mudahnja. Sebaliknja perhubungan itu ditjiptakan oléh hasrat² kita jang utama dalam kebudajaan kita, jang dengan demikian memberi tjorak kepada situasi² sematjam ini dan dengan begitu mendjadi salah satu diantara kesempatan² jang banjak, dimana kita mengedjar obséssi² kita jang tradisionil.

Bilamana kita bertambah sadar akan kebudajaan, kita akan dapat memisahkan inti ketjil jang hakiki jang bersifat keturunan dalam suatu keadaan daripada tambahan jang luas jang bersifat pembawaan setempat, bersifat kebudajaan dan dibuat oléh manusia. Kenjataan bahwa tambahan² ini tidak mesti datang akan timbul dari suatu situasi jang tertentu tidak memudahkan berobahnja tambahan² itu dan tak pula mengurangi artinja bagi kelakuan² kita. Sebaliknja tambahan² ini lebih sukar dirobahnja daripada jang kita kira. Misalnja perobahan jang diperintjikan dalam tingkah laku ibu selama bajinja masih ketjil mungkin tidak akan tjukup untuk menjelamatkan anaknya jang neurotis (latah, senéwén) bilamana ia terdjepit dalam keadaan jang menggelikan jang bertambah kuatnja dengan tiap hubungannja dan jang melalui ibunja diprojéksikan kesekolahan, perusahaan dan isterinja. Seluruh kehidupan jang dihadapkan kepadanja menegaskan adanja permusuhan dan milik. Adalah mungkin sekali, bahwa satu²nja djalan bagi anak ini untuk terlepas dari keadaan ini ialah keuntungan atau melepaskan diri daripadanja. Bagaimanapun djuga, masalah² demikian itu mungkin akan bisa dipetjahkan setjara lebih baik, bilamana perhatian kepada kesukaran² terdapat karena hubungan² antara orang tua dan anak² dikurangi dan sebaliknja menambah perhatian kepada bentuk² jang diambil oléh