Pemerintah terus berusaha memperluas usahanja dibidang ini. Sekolah-sekolah itu terbuka selama 6 djam sehari : 3 djam diwaktu pagi dan 3 djam lagi diwaktu sore. Ketjenderungan dewasa ini ialah membukanja sebagai taman titipan (garderies) sampai pukul 6 sore, saat mana siibu sudah dapat lagi mengambil alih anak-anaknja dari sekolah itu, sesudah ia selesai bekerdja. 18
Dari umur 6 sampai 11 tahun, anak-anak dimasukkan kesekolah rendah (enseignement élémentaire), Peladjaran ditingkat ini adalah sama bagi semua anak, laki-laki atau perempuan. Sekolah-sekolah rendah di-Perantjis ada jang chusus untuk 1 djenis kelamin sadja, ada pula jang tjampuran.
Pemberian satu djenis pendidikan semua ini didasarkan atas gagasan bahwa semua tjalon warga-negara harus mengetjap pendidikan kearah culture générale, atau kepribadian nasional. Ini dimaksud agar selalu terpelihara suatu solidaritas nasional dan untuk itu setiap anak harus diadjar mengenal, dan kalau mungkin memperkembangkan, warisan kulturil dari bangsanja.
Pendidikan rendah dapat dibagi atas 3 bagian : Persiapan, bagi anak berumur 6 sampai 7 tahun ; Elementer, antara 7 dan 9 tahun ; dan Pertengahan, bagi jang berumur 9 sampai 11 tahun.
Anak-anak masuk sekolah selama 6 djam sehari dan 5 hari dalam seminggu. Hari Kemis dan Minggu adalah hari istirahat penuh. Bagi mereka jang ingin beladjar lebih banjak dan jang ingin mengedjar ketinggalannja, diberi kesempatan beladjar sesudah djam sekolah dengan tuntunan gurunja.
Kurikulum pendidikan rendah terdiri atas bahasa Perantjis, membatja dan menulis, ilmu berhitung, sedjarah dan ilmu bumi (agak dichususkan mengenai Perantjis dan djadjahannja),19 peladjaran achlak dan kewarganegaraan, dasar-dasar ilmu pasti dan alam, dasar-dasar menggambar, pekerdjaan tangan, bernjanji dan gerakbadan.
Dizaman antara kedua perang dunia jang lalu, kurikulum ini sering dikritik karena dianggap terlalu akademis dan kebuku-bukuan. Jang diberi tekanan, demikian para pengkritik itu, ialah pengumpulan pengetahuan jang ensiklopedis dan sering tidak ada gunanja. Dengan lain perkataan, sekolah Perantjis terlalu terlepas daripada kehidupan sehari-hari.
Sambil lalu dapat disinggung disini bahwa mereka jang menindjau pendidikan kita di Indonesia djuga sering berpendapat bahwa sekolah-sekolah kita itu terlalu akademis. 20
Sedjak achir perang, Kementerian Pendidikan Perantjis sudah mulai mengeluarkan andjuran agar guru-guru mengusahakan pendekatan apa jang diadjarkannja dengan kehidupan sianak, dan supaja sekolah-
26