Lompat ke isi

Halaman:Perbandingan Pendidikan.pdf/25

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini telah diuji baca

SEDIKIT SEDJARAH

Sama halnja dengan berbagai-bagai negeri, di Perantjis jang pertama-tama mendirikan sekolah ialah kaum agama. Sampai waktu petjahnja Repolusi Perantjis pada tahun 1789 boleh dikatakan seluruh pendidikan adalah ditangan geredja Roma Katolik, atau sedikitnja ada hubungan dengan geredja itu.

Dalam tahun 1684 seorang jang bernama Jean Baptise de la Salle mendirikan suatu badan pendidikan jang dinamakannja "Sekolah Persaudaraan Kristen". Dalam tahun ini pula didirikanlah dikota Rheims suatu sekolah latihan guru, jang djuga berada dibawah asuhan badan tersebut. Persaudaraan Kristen ini mendjadi suatu ordo pendidik jang sangat berpengaruh. Kaum Jesuit djuga aktip dilapangan pendidikan, akan tetapi ordo ini dilarang meneruskan kegiatannja sedjak tahun 1764.

Sedjak permulaan abad ke-18 bolehlah dikatakan bahwa Perantjis terbagi setjara kulturil atas 2 bagian. Jang pertama ialah bagian Katolik jang pada umumnja tradisionil dan jang kedua ialah golongan sekuler jang berdjiwa repolusioner.

Pada tahun-tahun permulaan repolusi, para pemimpin repolusi itu agak merasa tjuriga akan geredja Katolik, karena dianggap bersikap anti-repolusioner. Ditakutkan oleh mereka bahwa anak-anak jang diasuh disekolah-sekolah jang kebanjakan dibawah pimpinan geredja itu, kelak akan mendjadi orang-orang jang anti-republik. Sebenarnja para pemimpin repolusi itu bukanlah anti-Katolik, karena sebagian besar adalah anggota geredja itu djuga. Jang dilawan oleh mereka ialah kekuasaan jang selama itu dipegang oleh kaum klerik (pedjabat-pedjabat geredja) atas politik dan pendidikan.

Jang mendjadi tudjuan kaum republik ialah berdirinja suatu sistim pendidikan jang "bebas dari pembajaran uang sekolah, terbuka untuk semua dan bersifat sekuler". Mengenai dasar-dasarnja dimaksudkan agar sistim itu bersifat republikein dan dalam soal keagamaan akan bersifat netral. Jang ingin ditanamkan dalam djiwa anak-anak ialah djiwa repolusioner dan nasional. Inilah gagasan jang dinamakan civisme. Kaum Katolik tidak setudju akan sekolah umum demikian itu dan beberapa orang mentjapnja lembaga-lembaga jang "tak ber-Tuhan".

Karena perlawanan jang gigih dari fihak geredja inilah maka kaum republik makin beranggapan bahwa mereka itu sungguh-sungguh anti-republik. Ditahun-tahun repolusi itu ordo Persaudaraan Kristen jang sudah disebut diatas oleh Pemerintah dibekukan, akan tetapi kemudian diperkenankan lagi meneruskan kegiatannja.

                                                           3