Lompat ke isi

Halaman:Perahu Madura.pdf/27

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini telah diuji baca

Tetapi bayangkanlah jaman sebelumnya.

Musim-musim yang terdapat di Indonesia umumnya dimanfaatkan betul-betul oleh nelayan pelaut Raas-Tonduk dan bagian Madura lainnya yang mempergunakan perahu besar. Ketika angin ke arah Barat pada bulan Oktober—April, maka pelayaran akan menuju ke arah daerah Barat: ke Surabaya, Jakarta sampai Aceh dengan persinggahan-persinggahan yang tetap. Ada pula dari Giligenting yang menuju ke Pontianak, Banjarmasin dan Makasar.

Pada musim penghujan angin menuju ke arah Timur, maka pelayaran pulang, selanjutnya menuju ke Timur, ke Lombok sampai Flores, ada pula yang ke Makasar. Dengan gambaran seperti di atas maka tampaklah daerah-daerah mana saja yang dapat dihubungi oleh perahu Madura, sehingga oleh hal tersebut peran perahu Madura sebagai alat transportasi adalah penting. Dengan beaya murah dan aman da- erah-daerah dalam jalur tersebut dapat disinggahi, menyalurkan barang-barang keperluan penduduk.

—— Untuk transportasi yang bersifat kreatip dapat pula diketengah kan saat-saat bersampan seperti pada:

—— Malam bulan Sya’ban dengan tradisi naik perahu berbondong bondong ke tengah laut,

—— Bertamasya ke Taman Laut Mamburit di Kangean.

—— Tradisi rokat tase’ di tiap pantai dengan berlayar ke tengah laut.

—— Bersantai sekeluarga dengan memancing ke tengah laut.

Fungsi magis religis

Untuk mengkaji fungsi magis religis kita harus ”menyelami’”’ para nelayan tua, tukang pembuat perahu tua, yaitu mereka-mereka yang mempunyai pengetahuan mendalam mengenai kaidah dan persaratan dalam pembuatan perahu. Ketentuan kaidah dan persaratan itu begitu kerasnya diikuti, karena perahu merupakan sesuatu yang dikeramatkan..... Perahu adalah ’’berjiwa’’, dan untuk itu setiap pelaut tua mengetahui mantra yang diucapkan sebagai dialog antara dirinya dengan perahunya, sehingga terjadilah ’’saling menyelamatkan” dalam arung pengembaraan "abantal omba’ asapo’ angin”’.

Perahu sebagai sarana angkutan laut lain sekali dengan angkutan darat. Di laut lebih ’angker’’ menakutkan, terasing bila dibanding-

kan angkutan darat. Tidak mengherankan untuk menusia akan merasa “tidak berharga’’ dan tidak berdaya bila berada terkurung di tengah laut, diombang-ambingkan gelombang, Diri merasa "kecil”,

22