Halaman:Penghidoepan Radja Belgie.pdf/67

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

— 57 —

„Kaloe kaoe maoe taoe djoega, anak tjerewet, nanti mama tjeritaken . . . Akoe meliat itoe saldjoe jang berlempeng-lempeng seperti kapas di moeka boemi, dan hawa oedara ada begitoe dingin, hingga akoe djadi menginget, bagimana mistinja malarat sekali, ka’adahan orang-orang miskin jang tinggal di kampoengan, bilah iaorang tida mempoenja roti, boeat samboet datengnja lapar, dan tida ada api di roemahnja, aken membikin anget badan.”

„Soenggoe, mama, penghidoepan orang-orang jang tinggal di kampoengan memang ada melarat sekali,” kata poetri Stephanie, tapi dengen merasa koerang pertjaja, ia tambaken poelah berkata: „Habis, kaoe menangis lantaran itoe, mama?”

„Ja, anak, kerna akoe merasa kasian sekali pada iaorang.”

„Dan papa, apatah ia djoega nanti bisa menangis boeat itoe kamalaratan ?”

„Orang lelaki ada lebi bisa menahan hatinja jang sedih.”

„Apa kaoe belon pernah liat papa menangis, mama?”

Permeisoeri berpikir sabentaran, kamoedian berkata dengen sanget berdoeka:

„Soeda, anak, satoe kali, koetika kaoe