— 23 —
anaknja, demikian . . . kaloe ia misti mengakoeh dengen satoeloesnja hati, nistjaja pilihannja poen nanti djato pada laen orang. Aken tetapi ia poenja soeami, telah pastiken dengen perkatahannja seperti laki-laki, hingga boeat ia . . . ada apa lagi salaen menoeroet?
Achir-achir ia berkata:
„Tapi, anak, tjinta boekan ada jang paling taroetama . . . Akoe telah dapeti banjak nikahan jang terdjadi dengen tida berikoet tjinta, tapi toeh bisa djadi broentoeng sekali . . . Dalem golongan orang jang berderadjat tinggi, sering-sering kadjadian itoe perkara, soenggoe, kabanjakan . . . . .”
„Memang, mama, akoe poen taoe itoe perkara. Tapi, sa'ande kata mama soeda taoe terang, mama poenja bakal soeami bisa berlakoe begitoe kedji, begitoe tida hargaken kawadjiban dan kabedjikan . . .”
„Tapi, Louise, itoe samoewa masi satoe omongan jang belon berboekti . . . Kita, jang ada mempoenja deradja lebi tinggi dari manoesia biasa, toch tida boleh begitoe gampang pertjaja segala perkara jang tida beralesan tjoekoep . . . . .”
„Tida, mama, apa jang akoe dapet taoe,