— 248 —
Tapi waktoe ia balik kombali Tjhie Seng lagi pegang tangannja itoe djongos aken dibanting, kerna ditoedoeh soeda tjoeri oewang. An-peng jang baroe belik lantas mendoega tetep, bahoewa sekarang marika berada di roemanja pendjahat, kerna koedanja jang teriket di loear, soeda tida ada.
„Kaloe begitoe boleh djadi ini orang ada bangsat-bangsat,” kata ia pada Houw-jan Giok: „kita poenja koeda poen sekarang soeda tida ada, tentoe ia tjoeri.”
Mendenger itoe lapoeran Houw-jan Giok djadi amat moerka, maka lantas hamperi itoe djongos dan pegang kadoea pinggangnja, jang lantas dilempar- ken ka pelataran.
„Koerang adjar!. . . . . . . . . . kata Houw-jan Giok dengen moerka: „kaloe begitoe kaoe ini ada bangsat-bangsat.
Koen Ko jang dari satadi tinggal mengawasi, lantas menghamperi aken menjega. Ia kaloearken bebrapa perkatahan soepaja itoe orang-orang moeda tida terlaloe mara, ia kata: koedanja betoel ia bawaka dalem, bersama-sama oewang, dan ini semoea tida nanti djadi ilang, harep djangan goesar.
„Tapi Longkoen ini orang dari manatah, dan hendak pergi ka mana?” tanja ia kamoedian. „Kita-orang maoe poelang,” kata Song An-peng dengen tjepet, sabelon doea kawannja jang laen menjaoet:„tapi perloe apa kaoe simpen akoe
