Halaman:Pahlawan nasional Frans Kaisiepo.pdf/30

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

16

Dalam kaitan ini terlihat bahwa penduduk asli Irian Barat. lebih lebih yang sudah berkenalan dengan Zending/agama Kristen Pretestan seperti keluarga besar Frans Kaisiepo makin menyadari betapa pentingnya Sekolah Desa. Sekolah tersebut herperan penting untuk mendidik anak -anak dalam upaya untuk memperoleh ilmu dan meningkatkan taraf kehidupan masyarakatnya. Dan ini telah dilalui Oleh Frans Kaisiepo dengan baik karena periode tahun 1928-1931 ia telah berhasil menyelesaikan pendidikan dasar sekolah tersebut dengan baik dan tamat.

Setelah menamatkan pendidikannya di Sekolah Desa Klas 3, Frans Kaisiepo melanjutkan pendidikannya ke Vervolgschool atau Sekolah Sambungan di Korido, Kecamatan Supiori. Dengan didorong oleh kemauan yang keras serta dukungan orang tuanya yang sudah berpikiran maju pada tahun 1934 Frans Kaisiepo dapat menyelesaikannya dengan nilai yang baik.

Sehubungan dengan prestasinya yang baik itu, maka setelah menamatkan pendidikannya pada Vervolgschool di Korido pada tahun 1934, Frans Kaisiepo dapat melanjutkan pendidikannya pada Sekolah Guru di Miei, daerah Wandamen yang terletak dekat Manokwari. Sekolah tersebut merupakan satu-satunya Sekolah Guru waktu itu di daerah Irian Barat yang dikelola oleh Zending. Frans Kaisiepo dapat berhasil menamatkan pendidikannya di sekolah tersebut pada tahun 1936.1)

Sejak awal tahun 1945 Frans Kaisiepo melanjutkan pendidikannya pada Kursus Bestuur (pamong Praja) di Kotanica, yang sekarang bernama kampung Bestuur, Kecamatan Sentani, Kabupaten Jayapura, tepatnya tempat ini terletak antara Abepura dan Sentani. Pendidikan Pamong Praja ini didirikan pada tanggal 1 Januari 1945 oleh NICA (Nederlands Indische Civil Administration), pemerintah Penjajah Belanda di Indonesia sesudah berakhirnya perang. Adapun tujuan utamanya adalah untuk memenuhi kebutuhan pemerintah penjajah akan tenaga-tenaga dari penduduk asli di bidang pemerintah tingkat bawah. Dengan demikian para murid tersebut setelah selesai mengikuti pendidikan akan ditempatkan di pos-pos pemerintah di daerah-daerah Irian Barat.


1) Tarmidja Kartawidjaja, Sejarah Pendidikan Daerah Irian Jaya (1855 1980), Pusat Penelitian Sejarah dan Budaya. Proyek IDKD Daerah Irian Jaya, Depdikbud Irian Jaya, 1980/1981, hal. 15-17; 27-50