Halaman:Pahlawan nasional Frans Kaisiepo.pdf/24

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

10

atau keluarga luas. Lokasi tempat tinggal Keret dalam kampung herbentuk compound keret Kampung-kampung di Biak pada umumnya didiami oleh lebih dari 1 keret (klen kecil). Kampung-kampung terkecil kadangkala didiami oleh 1 atau 2 keret saja. Bahkan keret-keret itu bisa terdiri dari hanya 1 atau 2 keret saja. Bagi kampung-kampung berukuran sedang terdapat 5 sampai 7 keret. Sedangkan kampung-kampung besar didiami oleh 10 sampai 16 keret. Kampung -kampung di Biak umumnya tersebar di sepanjang pantai,hal ini disebabkan hubungan antar pulau di mana dahulu penduduk mempunyai kepentingan dagang dengan suku -suku lain yang tersebar di Teluk Sairera (Teluk Cenderawasih).

2.3 Masa Kecil Sampai Masa Remaja

Kehidupan masa kecil Frans Kaisiepo tidak banyak yang dapat diungkapkan, kecuali bahwa Frans Kaisiepo dilahirkan di sebuah desa yang terletak di tepi sebuah sungai dengan latar belakang tebing yang curam, pada sebuah dataran yang subur bernama kampung Wardo dalam wilayah Kecamatan Biak Barat, Kabupaten Teluk Cenderawasih. Frans Kaisiepo dilahirkan pada tanggal 10 Oktober 1921 dalam urutan kelahiran ia adalah anak tertua dari enam bersaudara vang lahir dari pasangan Albert Kaisiepo dengan Alberthina Maker. Saudara-saudaranya yaitu Bertha Kaisiepo. Dorothea Kaisiepo, Cornelia Kaisiepo, Daniel Kaisiepo, dan Willem Kaisiepo.

Albert Avah Frans Kaisiepo adalah Kepala Suku mempunyai keahlian sebagai pandai besi, terutama dalam peralatan kehidupan rumah tangga dan juga alat senjata. Dengan kedudukan sebagai Kepala Suku, ia sangat dihormati oleh para pengikutnya. Sehubungan dengan itulah maka ia mendapat kepercayaan untuk mengepalai atau memimpin pasukan dari Kampung Wardo apabila terjadi Perang Suku dengan lainnya . Hal demikian ini sudah menjadi tradisi suku bangsa di Irian, khususnya suku bangsa Biak Nunfor bahwa Kepala Suku merupakan Panglima Perang , yang dalam bahasa Biak disebut "Mambre” (orang yang berani, patriot, dan Ksatria) yang membela orang lemah dan menjaga kehormatan desanya beserta warganya jikalau kedaulatannya diinjak -injak oleh suku bangsa lain.


1) August Katiar, MA., Arsitektur Tradisional Daerah Irian Jaya. Proyek IDKD. Depdikbud. Jakarta, 1986, hal 12-12.