Halaman:PP Nomor 20 Tahun 2021.pdf/29

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini telah diuji baca
Namun demikian, dalam pelaksanaannya, peraturan-peraturan tersebut belum dapat dijalankan dengan efektif karena banyak hal yang tidak dapat lagi dijadikan sebagai acuan dalam penyelesaian penertiban dan pendayagunaan Tanah Telantar sehingga kemudian digantikan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2010 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar.
Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2010 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar terbit pada tanggal 22 Januari 2010 dan telah ditindaklanjuti dengan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun 2010 tentang Tata Cara Penertiban Tanah Terlantar juncto Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun 2010 tentang Tata Cara Penertiban Tanah Terlantar, dan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 5 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pendayagunaan Tanah Negara Bekas Tanah Terlantar.
Dalam perjalanannya, Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2010 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar dinilai belum efektif dalam mengakomodasi permasalahan-permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan penertiban dan pendayagunaan Tanah Telantar. Permasalahan-permasalahan tersebut di antaranya berkaitan dengan objek, jangka waktu peringatan, tata cara untuk mengeluarkan tanah-tanah yang sudah dimanfaatkan dari basis data tanah terindikasi telantar, dan sebagainya.
Seiring dengan dinamika pembangunan nasional, selain Tanah Telantar, saat ini berdasarkan fakta di lapangan juga terdapat cukup banyak Kawasan Telantar. Kawasan Telantar tersebut yaitu kawasan nonkawasan hutan yang belum dilekati Hak Atas Tanah yang telah memiliki Izin/Konsesi/Perizinan Berusaha, yang sengaja tidak diusahakan, tidak dipergunakan, dan/atau tidak dimanfaatkan.
Apabila tidak segera ditangani, penelantaran kawasan dapat mengakibatkan semakin tingginya kesenjangan sosial dan ekonomi serta semakin menurunnya kualitas lingkungan. Oleh karena itu, diperlukan adanya suatu pengaturan untuk mengantisipasi atau meminimalisasi dampak negatif dari penelantaran kawasan.
Selain didasarkan pada kondisi sebagaimana dijelaskan di atas, pengaturan terhadap Kawasan Telantar dan Tanah Telantar dimaksudkan pula untuk melaksanakan amanat dari Pasal 180 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.