Lompat ke isi

Halaman:Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang Hukum Acara Pidana.djvu/99

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

Hal baru dalam rancangan ialah “barang bukti” yang lazim disebut di negara lain real evidence atau material evidence, yaitu bukti yang sungguh-sungguh. Disebut "surat-surat" (jamak) maksudnya ialah jika ada seratus surat, dihitung sama dengan satu alat bukti. Sebaliknya, disebut “seorang ahli” atau “seorang saksi” maksudnya jika ada dua saksi maka memenuhi bukti minimum dua alat bukti. Ini sama dengan KUHAP Belanda yang menyebut geschriftelijke bescheiden (surat-surat) dan verklaringen van een getuige (keterangan seorang saksi). Bukti elektronik misalnya e-mail, SMS, foto, film, fotokopi, faximail, dst.

Sengaja keterangan saksi ditempatkan bukan pada urutan satu (sama dengan KUHAP Belanda) agar jangan dikira jika tidak ada saksi tidak ada alat bukti. Keterangan terdakwa berbeda dengan pengakuan terdakwa. Alat bukti “petunjuk” yang berasal dari KUHAP Belanda tahun 1838 yang sudah lama diganti dengan eigen waarneming van de rechter (pengamatan hakim sendiri) berupa kesimpulan yang ditarik dari alat bukti lain berdasarkan hasil pemeriksaan di sidang pengadilan. Di Amerika Serikat disebut judicial notice. Tidak ada KUHAP di dunia yang menyebut petunjuk (Belanda: aanwijzing; Inggris: indication) sebagai alat bukti kecuali KUHAP Belanda dahulu (1838); HIR dan KUHAP 1981).

Dalam requisitoirnya penuntut umum dapat menguraikan dan menjelaskan hal-hal yang terjadi di sidang pengadilan dan memberi kesimpulan dari semua alat bukti yang telah dikemukakan, untuk memancing opini hakim yang menjurus kepada adanya bukti berupa “pengamatan hakim sendiri”.

Alat bukti keterangan saksi sebenarnya dalam rumusan Belanda, disebut verklaringen van een getuige (keterangan seorang saksi) yang berarti jika ada dua saksi, maka sudah cukup dan merupakan dua alat bukti (bukti minimum). Sebaliknya untuk surat dipakai istilah jamak (geschriftelijk) yang berarti walaupun ada sepuluh surat dihitung sebagai satu alat bukti saja. Kesulitan di Indonesia dalam menyusun rumusan undang-undang pidana ialah karena bahasa Indonesia tidak mengenal singular dan plural. Misalnya, dalam rumusan Pasal 338 KUHAP dikatakan

90