Oleh karena prapenuntutan dihapus dalam Rancangan KUHAP, maka penyidikan dan penututan menjadi bersambung tidak seperti sambungan domino tetapi seperti sambungan mata rantai.
Untuk mencegah mondar-mondimya berkas perkara antara penyidik dan penuntut umum, maka harus diberi jangka waktu kedua pihak untuk menelaah berkas perkara. Mestinya berkas perkara rangkap dua, yang jika penuntut umum mengembalikan berkas ke penyidik untuk dilengkapi, masih ada satu berkas yang ada ditanganya dan apabila berkas yang dikembalikan kepenyidik itu tidak muncul lagi dalam jangka waktu yang ditentukan, maka penuntut umum sendiri dapat menambah pemeriksaan berdasarkar berkas yang sudah ada di tangannya.
D. PENYADAPAN
Penyadapan diperkenankan dalam Rancangan, akan tetapi diberi persyaratan yang ketat. Pasal 83 ayat (1) Rancangan berbunyi: “Penyadapan pembicaraan melalui telepon atau alat telekomunikasi yang lain dilarang, kecuali dilakukan terhadap pembicaraan yang terkait dengan tindak pidana serius atau diduga keras akan terjadi tindak pidana serius tersebut, yang tidak dapat diungkap jika tidak dilakukan penyadapan”.
Jadi, pada prinsipnya penyadapan dilarang. Penyadapan dengan demikian bersifat pengecualian. Tindak pidana serius dijelaskan dalam Pasal 83 ayat (2) Rancangan. Adalah tindak pidana:
- terhadap keamanan negara (Bab I Buku II KUHP);
- perampasan kemerdekaan/penculikan (Pasal 333 KUHP);
- pencurian dengan kekerasan (Pasal 365 KUHP);
- pemerasan (Pasal 368 KUHP);
- pengancaman (Pasal 368 KUHP);
- perdagangan orang;
- penyelundupan;
- korupsi;
80