Sebagai Aria Bima-putera, jang lahirnja dalam zaman perdjoangan, maka INDONESIA-MUDA inilah melihat tjahaja hari pertama-tama dalam zaman jang rakjat-rakjat Asia, lagi berada dalam perasaan tak senang dengan nasibnja. Tak senang dengan nasib-ekonominja, tak senang dengan nasib-politiknja, tak senang dengan segala nasib jang lain-lainnja.
Zaman ,,senang dengan apa adanja", sudahlah lalu.
Zaman baru zaman muda, sudahlah datang sebagai fadjar jang terang tjuatja.
Zaman teori kaum kuno, jang mengatakan, bahwa ,,siapa jang ada dibawah, harus terima-senang. jang ia anggap tjukup-harga duduk dalam perbendaharaan riwajat, jang barang kemas-kemasnja berguna untuk memelihara siapa jang lagi berdiri dalam hidup", kini sudahlah tak mendapat penganggapan lagi oleh rakjat-rakjat Asia itu. Pun makin lama makin tipislah kepertjajaan rakjat-rakjat itu, bahwa rakjat-rakjat jang mempertuankannja itu, adalah sebagai ..voogd" jang kelak kemudian hari akan ..ontvoogden" mereka; makin lama makin tipislah kepertjajaannja, bahwa rakjat-rakjat jang mempertuankannja itu ada sebagai ..saudara-tua". jang dengan kemauan sendiri akan melepaskan mereka, bilamana mereka sudah dewasa", ..akil-balig". atau ..masak".
Sebab tipisnja kepertjajaan itu adalah bersendi pengetahuan, bersendi kejakinan, bahwa jang menjebabkan kolonisasi itu bukanlah keinginan pada kemasjhuran, bukan keinginan melihat dunia-asing, bukan keinginan merdeka, dan bukan pula oleh karena negeri rakjat jang mendjalankan kolonisasi itu ada terlampau sesak oleh banjaknja penduduk, — sebagai jang telah diadjarkan oleh Gustav Klemm —, akan tetapi asalnja kolonisasi jalah teristimewa soal rezeki.
,,Jang pertama-tama menjebabkan kolonisasi jalah hampir selamanja kekurangan bekal-hidup dalam tanah-airnja sendiri", begitulah Dietrich Schafer berkata. Ke-
5