Lompat ke isi

Halaman:Mortéka dâri Madhurâ Antologi Cerita Rakyat Madura (Edisi Kabupaten Bangkalan).pdf/83

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini telah diuji baca

menyebut nama Adirasa, barulah pertapa itu mengaku bahwa dirinya adalah Adipoday. Merekapun berpelukan dengan bahagia.

Dalam pertemuan bersejarah itu, Jokotole menceritakan pengalaman hidupnya. Adipoday yang begitu antusias mendengar cerita anaknya tidak kuasa menahan haru. Jokotole lantas tidak diizinkannya segera kembali ke Sumenep. Adipoday ingin tahu lebih banyak hal sekaligus juga ingin memberikan banyak hal pada anaknya yang telah tumbuh dewasa tersebut. Di tempat itu, Jokotole diasah kembali ilmu kanuragan dan ilmu ruhani yang dimilikinya. Jokotole juga diberinya kuda sakti miliknya yang tidak kasat mata dan bisa muncul jika dibutuhkan yang ia beri nama Mega Remeng. Kuda itu bisa terbang dan berlari di angkasa dengan kecepatan tinggi. Selain kuda, Jokotole juga diajari ilmu menggunakan cemeti sakti, yang mana jika cemeti itu dicambukkan ke sebuah gunung, gunung itu pasti akan hancur karena kedasyatannya, jika dipukulkan ke laut, maka laut akan habis, jika dipukulkan ke angin, angin akan berhenti berhembus, dan jika dipukulkan ke musuh-musuhnya, cemeti itu akan membunuh mereka.

Jokotole sangat berterimakasih atas pemberian ayahnya ini. Setelah memberikan banyak hal, Adipoday memutuskan mengakhiri pertapaanya di Geger karena ia merasa, tujuannya bertapa telah selesai. Setelah berpamitan pada Jokotole, Adipoday lantas dengan cepat menghilang. Adapun Jokotole, ia bergegas pulang ke Sumenep. Sesampainya di keraton, ia menceritakan kejadian yang dialaminya itu pada ibu dan istrinya. Mendengar hal itu Raden Ayu Potre Koneng sangat bangga pada suami dan putranya itu.

Raden Ayu Potre Koneng mengutus Patih Jayasenga untuk menyusul Prabu Saccadiningrat ke Majapahit. Sesampainya di Majapahit, ia menghadap Prabu Brawijaya yang kebetulan saat itu sedang menjamu Prabu Saccadiningrat. Mereka berdua sedang duduk di aula kerajaan, dikelilingi oleh para pembesar, para patih dan tumenggung Majapahit. Patih Jayasenga datang ketika di sama Prabu Brawijaya dan Prabu Seccadiningrat sedang mengomentari cerita yang disajikan oleh salah satu patih istana. Patih yang dimaksud adalah patih yang sejak Jokotole datang ke istana, selalu mengganggu dan

67