Halaman:Menjelang Alam Pancasila.pdf/87

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

 Dalam pendapat ini ditegaskan pula bahwa saat itu adalah saat bagi bangsa Indonesia untuk mengindjak Revolusi jang hanja bersifat Nasional. Sudah selajaknjalah bahwa dalam menghadapi fase revolusi Nasional itu bangsa Indonesia tidak boleh tidak, sangat membutuhkan orang jang berdjiwa „revolusioner-nasionalis” nomor satu untuk ditundjuk mendjadi lambang PERSATUAN suatu bangsa jang pada hakekatnja adalah suatu BENTENG tjita² kita bangsa Indonesia. Sedjauh pandangan nasionalis² Indonesia pada detik itu tidak ada seorangpun jang dianggap berdjiwa demikian, ketjuali Bung Karno dan Bung Hatta. Demikianlah kalau orang menganggap bahwa penundjukan atas Bung Karno dan Bung Hatta untuk mendjadi lambang persatuan bangsa Indonesia itu adalah kehendak alam. Djadi, sudah selajaknjalah kalau Bung Karno dan Bung Hatta, oleh alam, dihentikanlah nafsu dan inisiatipnja jang revolusioner pada detik itu djuga. Sebab, andai kata tidak demikian halnja, maka tentulah tak ada bukti, bahwa Bung Karno dan Bung Hatta sungguh² dipilih oleh para pedjoang kemerdekaan bangsa Indonesia sebagai lambang persatuannja. Inilah DOKUMEN-NASIONAL jg. maha penting bagi kita bangsa Indonesia seluruhnja.

 Bersangkutan dengan pendapat² diatas timbul pula suatu pendapat jang dilukiskan dalam bahasa Djawa sebagai berikut :

„SULAJANING KAREP IKU MURIH RAHAJU”

 Artinja, bahwa peristiwa dimana kehendak manusia, jaitu para pendorong proklamasi ditahan oleh alam dengan adanja sikap kedua-duanja pemimpin besar itu adalah suatu dorongan pula „murih rahaju” atau „supaja tjita² bangsa Indonesia tetap selamat dan bahagia”. Dengan demikian maka selalu kandaslah dakwaan para reaksioner, bahwa Republik Indonesia itu hanjalah Republik Sukarno-Hatta, Republik boneka Djepang dan lain sebagainja jang serba tidak njata. Sebaliknja ada pula suatu pendapat, bahwa lahirnja Pantjasila digelanggang masjarakat ini kemudian dapatlah melahir-

86