Lompat ke isi

Halaman:Memutuskan pertalian.pdf/39

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

badanku pun sudah tidak berketentuan lagi. Tunggulah, bulan puasa hanya sebulan lagi."

Sesudah makan malam maka dikabarkanlah oleh guru Kasim kepada induk semangnya, bahwa isterinya habis bulan puasa akan datang. Demikian pula tentang menahan rumah yang kosong di muka rumah itu, dipohonkannya pertolongan induk semangnya. Setelah selesai mupakat, maka guru Kasim pun pergilah tidur dengan senang hati.

Sepekan kemudian guru Kasim pindahlah ke rumah yang baru itu. Rumah itu bagus juga, sewanya pun murah, hanya f. 10,- sebulan. Pekarangannya luas, dihiasi dengan taman bunga-bungaan yang harum semerbak baunya. Pendek kata rumah itu sama benar bangunannya dengan rumahnya di Aur Tajungkang. Hanya rumah itu sudah agak tua sedikit daripada rumahnya. Dalam pada itu guru Kasim bekerja jua sedikit-sedikit memperbaiki rumah itu mana yang dapat dikerjakannya. Memang sudah menjadi tabiat guru itu, suka bekerja, tak hendak menghentikan tangan. Di belakang dekat dapur ditanamnya sayur-mayur, pohon bunga-bungaan di halaman ditambah dan diaturnya baik-baik, dinding rumah dihiasinya dengan gambar-gambar yang bagus. Lima belas hari lamanya guru Kasim bekerja memperbaiki rumah itu. Setelah sudah, maka dipandangnyalah rumah itu dari muka, lalu berkata dalam hatinya, "Tak dapat tiada Jamilah tinggal di rumah ini akan menyangka sebagai tinggal di rumahnya sendiri jua. Segalanya hampir serupa, tak berapa bedanya dengan rumah di Aur Tajungkang. Hendak sayur-mayur, ada di belakang, hendak memetik bunga melur, melati, cempaka, ya, semuanya ada di halaman. Gambar-gambar pada dinding pun menarik hati belaka. Dan aturan dalam rumah, hampir sama pula dengan rumah Jamilah, cuma perkakasnya saja yang tak seberapa. Tentu saja isteriku takkan canggung kelak, tak merasa di rantau orang, jika dia tidak keluar rumah dan tidak mendengar bahasa orang sini."

Tiga hari lagi sekolah akan ditutup, karena bulan puasa akan datang. Pikiran guru Kasim sudah melayang ke kampung, anak isterinya terbayang-bayang di matanya. Hampir-hampir tak dapat ia menahan keinginannya hendak pulang menemui kaum keluarganya sekalian. Jika ia bersayap sebagai burung, tak dapat tiada telah membubung terbang mendapatkan anak biji matanya itu. Kebetulan pula kapal berangkat sehari sekolah sudah ditutup, jadi empat

41