Halaman:Medan Bahasa 1956.pdf/47

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini telah diuji baca

— Selamat bertunangan !, kataku sambil tersenjum. Segera di djawabnja utjapanku. Sambil tertawa ketjil ia berkata :

— Terima kasih .....!

Aku sudah mengerti bahwa malam itu merajakan hari jang tidak dapat dilupakannja, ia meresmikan pertunangannja dengan Tatty. Dan ... aku sendiri tak membawa kado sebagai tanda mata, ja, ini bukan salahku, karena aku baru mengetahui setelah kubatja kartu jang terdapat dikarangan bunga.

— Mengapa tidak kau djelaskan ? tanjaku.

— Ja, soal ini tak dapat kudjelaskan. Kau maklum bukan, aku masih mengalami masa peralihan.

— Masa peralihan bagaimana ? tanjaku. — Tjoba kau djelaskan dalam surat undanganmu itu, dengan demikin kubawakan kado untukmu !

— Begini, Jan ! djawabnja. — Soal kado bagiku tak perlu, jang penting kesediaanmu tambah kesudianmu untuk mengundjungi perajaan ini.

— Sebagai seorang teman jang karib aku tetap bersedia. — Dan Tatty ada dimana ?

— Didalam, ia ngobrol dengan teman²nja.

— Aku belum mengutjapkan selamat kepadanja.

— Baik, sebentar lagi ia keluar, djawabnja.

Benarlah tengah kami berbitjara Tatty keluar.

— He, kau Jan ! Sendiri sadja kau ?

— Oh, tentu, aku .... masih sendiri.

Kemudian kudjabat tangannja, dengan utjapan jang lazim diutjapkan orang.

— Selamat bertunangan, semoga sampai kepulau tudjuan !

— Terima kasih .... !, djawabnja sambil tersenjum.

Setelah itu iapun pergi menemui teman²nja. Sementara itu hari telah pukul sembilan, ja, mataku sudah tak tahan lagi, karena diserang kantuk. Hassan kembali mendekati kursinja.

— Mengapa kau diam sadja ?, tanjanja tiba². Agak mengantuk kiranja kau,? sambungnja.

— Benar, San, aku sudah lama benar menantikan hidangan apa gerangan jang akan mengisi perutku.

Benarlah baru sadja kami ber-tjakap² datanglah ketempat kami Tatty bersama teman²nja membawa kue² dan minuman.

Dalam hati ketjilku selalu timbul pertanjaan mengenai hidangan jang disuguhkan oleh Tatty. Mulanja kumakan kue kering sebuah, kemudian kutanjakan kepada Hassan.

— Bagaimana San, apa ada, hidangan jang lain lagi ?, tanjaku sambil bergurau. Memang telah mendjadi kebiasaanku bergurau dengan dia. Sambil ketawa ketjil ia mendjawab :

— Ja, hanja apa jang ada !

Kami ketawa, semua tamu² disekitar kami demikian djuga.

Wah, pendeknja walaupun hidangannja tidak begitu hebat, namun suasana kegembiraan berkesan dihatiku.

Tak lama kemudian para tamupun pulanglah, hanja tinggal beberapa orang lagi, semuanja agak djauh dari tempat kami.

41