Halaman:Laporan Hasil Penyelarasan Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang tentang Perampasan Aset Tindak Pidana.pdf/31

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

daripada bebas tetapi tidak punya uang. Bagi para penjahat itu uang adalah hal yang utama.[1]

Uang atau aset hasil tindak pidana yang tidak ada baunya ini merupakan hal yang utama bagi penjahat. Aset inilah yang menjadi sasaran dari upaya pengembalian aset hasil tindak pidana, termasuk aset hasil tindak pidana korupsi. Hal ini merupakan suatu perkembangan dengan perspektif yang baru dalam upaya memerangi dan memberantas kejahatan. Suatu perkembangan dari “suspect-oriented perspective” ke “profit-oriented perspectiwe”, yakni pemberantasan kejahatan yang berorientasi kepada penyitaan hasil-hasil kejahatan (proceeds of crime) yang diperoleh dan dikuasai para pelaku kejahatan. Tekanannya bukan lagi pada pelaku kejahatan atau criminal person (in personam), tetapi pada aset hasil kejahatan atau criminal property (in rem atau fructus sceleris).

Perspektif yang berorientasi pada aset hasil kejahatan ini merupakan perkembangan dari suatu ide fundamental keadilan yang menyatakan “crime does not pay”.[2] Ide fundamental keadilan ini sama dengan doktrin „unjust enrichment“[3] dalam


  1. Bandingkan dengan pandangan rezim anti pencucian uang bahwa uang atau dana hasil kejahatan (proceeds of crime) adalah “aliran darah yang menghidupi kejahatan itu sendiri” (lifeblood of crime).
  2. Menurut Purwaning M. Yanuar, doktrin “Crimes does not pay” ini bukanlah hal yang baru. Ungkapan ini sudah muncul antara tahun 1942 — 1955 sebagai judul serial buku komik di Amerika yang ditulis Charles Biro yang diterbitkan oleh Ley Gleason Publications pada tahun tersebut. Doktrin ini aslinya berasal dari slogan FBI dan kemudian banyak digunakan dalam rezim hukum pencucian uang. Secara sederhana “crimes does not pay” berarti pelanggar hukum tidak mendapatkan keuntugan dari tindakan-tindakan pelanggaran hukum yang dilakukannya. Lihat Purwaning M. Yanuar, Op.Cit., hlm. 10.
  3. Suatu doktrin yang mengandung prinsip keadilan umum, bahwa tidak seorangpun diperbolehkan mendapat keuntungan dari biaya yang dikeluarkan orang lain tanpa adanya restitusi dengan nilai wajar yang sebanding dengan kekayaan, jasa, atau keuntungan yang telah diperoleh pihak yang telah mendapatkan keuntungan tersebut. Walaupun doktrin ini kadangkala dilihat sebagai “guasi contractual remedy”. Doktrin ini mempunyai tiga elemen: pertama, penggugat harus telah memberikan kepada tergugat sesuatu yang bernilai dengan mengharapkan adanya kompensasi; kedua, tergugat harus telah mengakui, menerima, dan mendapatkan keuntungan dari apapun yang telah diberikan tergugat, ketiga, penggugat harus menunjukkan bahwa hal itu tidak adil atau tidak sewajarnya tergugat menikmati keuntungan dari tindakan tergugat tampa ada bayaran untuk itu (lihat: Dagan,. Unjust Enrichment: A Study of Private Law and Public Value. New York: (Cambridge Univ. Press Hanoch. 1997): Hurd, Heidi M. "Nonreciprocal Risk Imposition, Unjust Enrichment, and the Foundations of Tort Law: A Critical Celebration of George Fletchers Theory of Tort Law" page 78 (Notre Dame Law Review, 2003), Restatement of the Law, Restitution and Unjust Enrichment: Tentattve Draft. (Philadelphia, Pa 2001): Executive Office, American Law Institute, Smith, Stephen A. "The Structure of Unjust Enrichment Law: Is Restitution a Right or a Remedy”, Loyola of Los Angeles Law Review (winter, 2003) page 36. Lihat Purwaning M. Yanuar, Ibid, him. 10-11.

~24~