ANTARA.
ANTARA" siang dan malam, apakah batasnja"? Antara" bangun dan tidur, apakah „batasnja"? Antara" wanita dan prija, apakah batasnja"? "Antara" hidup dan mati, apakah batasnja"?
Jah susah balasannja, kata orang. Seperti djuga orang
mengatakan susah membalas pertanjaan: „Antara" Rakjat
dan Pemimpin, apakah batasnja"?
Sebetulnja kalau memakai katja-mata-rasa dan mene- ropong dengan lebih telitinja, maka tidak patutlah orang susah mendapat balasannja, sebab bukankah batasnja, itu sudah disebut dengan terang didalam pertanjaan-perta- njaan itu sendiri?
Apakah jang disebut itu? Jaitu kata Antara". Djadi ,,Antara" itulah batasnja. Memang mata kasar tidak me- ngizinkan menebak Antara" itu. „Antara" bukan garis jang digurat terang-terangan dengan tinta atau potlot. Antara" bukan pagar bambu, bukan tembok batu, bukan rudji besi, bukan dinding, bukan batas seperti dalam kon- trak djual beli tanah, punjamu-punjaku, fihakmu-fihakku.
Antara" adalah batas batin, adalah djarak-rasa, jang djauh dekatnja tidak dapat dilukiskan dengan lisan maupun dengan tulisan. Dan disinilah tempatnja lagi di- peringatkan bahwa para Ksatrya adalah tjontoh pula sebagai manusia jang sudah jakin akan tjarak-rasa itu, karena Ksatrya dengan bekal eling-waspadanja, pasrahnja dan lain sebagainja sudah bisa menjelami, meluluhkan dirinja dalam alam-antara itu. Ksatrya tidak pantas tanja lagi mana batasnja, dan tidak patut pula membalas: ,,Jah susah". Seorang Ksatrya sudah masuk didalamnja alam antara, dan disitulah pula ia sebagai Kawula sudah berdjumpa" dengan Gusti.
Nah dimanakah batasnja „Antara" Kawula dan Gusti jang sudah... Tunggal?