Halaman:Konflik; Konsep Estetika Novel-Novel Berlatar Minangkabau Periode 1920-1940.pdf/69

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

3.4 Konsep Budi

Sesuai dengan sistem kemasyarakatan yang komunal, setiap individu merupakan bagian dari masyarakatnya. Individu tersebut merupakan milik masyarakat etnik, sebaliknya masyarakat tersebut merupakan milik bersama dari setiap individu. Rasa saling memiliki inilah yang menyebabkan unsur-unsur tersebut tidak dapat saling menguasai. Sebagai anggota masyarakat, setiap individu akan dibela dan dipertahankan oleh masyarakatnya. Jadi, lingkungan masyarakat sangat berperan dalam menaikkan harkat dan martabat individu. Oleh karena itu, individu merasa memiliki keterikatan dengan masyarakatnya dalam bentuk utang budi. Seseorang yang merasa berutang tentu senantiasa merasa perlu untuk membayar kembali utang-utang tersebut sepanjang hidupnya.


Manurut Nasroen (1971:87), dasar utama dalam pergaulan masyarakat Minang adalah budi. Budi menjadi dasar dan ikatan dalam menjalankan hidup dan tugas seseorang dalam dan untuk bersama. Dalam pergaulan hidup budi inilah yang menjadi pengikat individu pada masyarakatnya atau kepada orang lain. Terkadang ikatan budi itu malah lebih kuat daripada ikatan darah sekalipun. Seseorang yang terikat dengan budi akan merasa berutang pada si pemberi budi. Orang yang berutang budi akan berusaha membalas utang budi tersebut dengan budi juga. Hal itu meyakinkan kita bahwa budi tersebut merupakan sumber perbuatan baik yang dilakukan seseorang kepada orang lain dalam pergaulan hidupnya.


Di dalam kebudayaan Minangkabau konsep budi memegang peranan yang sangat penting. Dalam masyarakat yang menempatkan budi itu pada tingkatan yang tinggi dan memberikan harga yang besar pada budi tersebut, pertentangan akan semakin berkurang dalam pergaulan hidup. Hal itu menyebabkan kemungkinan tercapainya keseimbangan dalam pertentangan semakin besar karena adanya rasa toleransi antarindividu dan masyarakat (Nasroen, 1971:88).57