Dalam kenyataan hidup masyarakat Minang, pelaksanaan prinsip kebudian ini terlihat dalam hal tolong- menolong dan gotong royong. Seperti juga halnya dalam pergaulan hidup masyarakat Indonesia umumnya, tolong-menolong dan gotong royong menjadi kebiasaan hidup orang Minang. Di dalam dua institusi tersebut terdapat unsur budi yang membuat orang merasa bertanam budi langsung pada pergaulan hidupnya sehingga mereka dapat merasakan masyarakat itu sebagai suatu kenyataan yang hidup.
Nasroen (1971:89) menyatakan begitu pentingnya nilai budi sehingga ia dapat menjadi dasar untuk mengukuhkan kehidupan masyarakat Minang dan menjadi unsur yang menjaga harmoni dalam pertentangan. Budi mendorong setiap orang untuk saling menghormati dan berbuat baik kepada orang lain. Lebih lanjut ia menyatakan bahwa masyarakat Minang dengan adatnya yang berbeda dengan adat orang lain dapat berjalan terus dan kokoh dari zaman ke zaman karena unsur budi inilah yang menjadi isi dari human morality dan human conduct bagi mereka.
Kalau dibandingkan dengan konsep sebelumnya, konsep budi berdiri sejajar dan sama pentingnya dengan konsep harga diri. Di satu sisi konsep harga diri membuahkan sifat individualis, di sisi lain konsep budi membuahkan moralitas sosial yang terealisasi dalam konsep serasa, sehina, tenggang-menenggang, sosial, tolak ansur, dan sebagainya (Nasroen, 1971:174).
Budi menjadi salah satu dasar dan ikatan yang penting dalam melaksanakan prinsip hidup orang Minang dalam bermasyarakat, yaitu perseimbangan seseorang dengan masyarakat. Dengan budi seseorang dapat merasakan perasaan orang lain, merasakan perasaan saudaranya, dan kerabatnya. Sakit saudaranya adalah sakit ia juga. Seseorang akan memperlakukan orang lain sebagaimana ia memperlakukan dirinya sendiri dengan baik. Oleh sebab itulah, budi membuat setiap orang dalam masyarakat menjadi akrab tanpa ada perhitungan rugi laba di dalamnya. Jadi, setiap orang berusaha untuk saling membalas budi. Hal itu didorong
58