Halaman:Konflik; Konsep Estetika Novel-Novel Berlatar Minangkabau Periode 1920-1940.pdf/66

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

mengajarkan bahwa yang lemah dianjurkan untuk berlaku. sesuai dengan kemampuannya, tanpa harus mengurangi harga dirinya. Di sisi lain, orang yang memiliki posisi yang kuat juga harus tahu diri dengan keadaannya tersebut. Jangan sekali-kali orang besar dan kuat meremehkan orang yang kecil dan lemah karena biar bagaimana pun mereka juga memiliki harga diri yang harus dihormati.


Navis (1984:64) mengibaratkan posisi orang besar di nata orang kecil seperti pohon beringin, yaitu daunnyo tampek balinduang, batangnyo tampek basanda, dahannyo tampek bagantuang, ureknyo tampek baselo (daunnya tempat berlindung, batangnya tempat bersandar, dahannya tempat bergantung, akarnya tempat bersila). Namun, orang kuat pun harus tahu diri karena sesuai dengan petuah yang mengajarkan bahwa kok kayo, urang indak ka mamintak; kok cadink, urang indak ka batanyo; kok kuaik, urang indak ka balinduang; kok bagak, urang indak ka baparang (jika kaya, orang tidak akan meminta; jika pintar orang tidak akan bertanya; jika kuat, orang tidak akan berlindung; jika berani, orang tidak akan berperang). Petuah itu memiliki makna bahwa bagaimana pun kuat dan besarnya seseorang, orang kecil dan lemah tidak akan mau merendahkan diri kepadanya.


3.3 Konsep Malu

Falsafah hidup orang Minang mengajarkan bahwa seseorang itu dengan bersama dan bersama untuk seseorang. Seluruh persoalan yang timbul dalam kehidupan berdasarkan pada dan berputar di sekeliling masalah seseorang dengan ersama, bersama dengan seseorang. Hal itu menjadi dasar bagi orang Minang untuk mengatur kehidupannya di dalam masyarakat. Prinsip hersama dari masyarakat Minang itu juga tertuang dalam konsep malu. Menurut Nasroen (1971), dalam masyarakat Minang ada malu yang belum dibagi. Jadi, perasaan adalah bersama. Sesuai dengan apa yang dinyatakan dalam adat bahwa kok tanah nan sabingkah alah bapunyo, kok rumpuik nan salai ulah hapunyo, malu nan alun babagi (Jika tanah yang sekeping, sudah ada yang punya; jika rumput yang sehelai, sudah ada yang punya, malu belum lagi dibagi).

54