Halaman:Konflik; Konsep Estetika Novel-Novel Berlatar Minangkabau Periode 1920-1940.pdf/157

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

di rantau, istri tidaklah jatuh ke dalam kekuasaan suaminya. Suatu saat jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, si istri akan dijemput mamaknya dan dibawa kembali ke kampung halamannya. Leman merasakan perbedaan itu. Dengan Poniem ia adalah kepala keluarga vang menentukan segala hai di dalam rumah tangganya. Poniem akan menuruti semua kemauannya karena menurut adat Jawa jika seorang wanita telah menikah, ia akan menyerahkan seluruh kehidupannya pada suaminya. Tidak ada lagi ikatan dengan keluarganya.

Menurut adat orang Minangkabau di dalam negeri sendiri, yang memegang rumah tangga ialah si isteri. Suaminya hanya "Sumanda”, artinya orang lain yang datang ke rumah itu lantaran dijemput menurut adat. Anak-anak yang lahir dari pergaulan itu, tidaklah masuk ke dalam suku ayahnya tetapi masuk suku ibu. Meskipun bagaimana lama pergaulan dan ke manapun mereka pergi merantau, namun isteri itu tidaklah jatuh ke dalam kuasa suami sepenuhnya. Kekuasaan itu tetap dalam tangan mamaknya juga. Sehingga kalau sekiranya si isteri itu melarat di rantau bersama suaminya, ada hak bagi mamaknya menjemput perempuan itu dan membawanya pulang ke kampung, biarpun suminya tinggal juga di rantau (Hamka, 1977:30).

Perbedaan cara pandang dan adat istidat antara orang Padang dan Jawa itu juga diangkat Hamka dalam Karena Mentua, Latar sosial dan adat istiadat orang Minang yang memang sangat berbeda dengan orang Jawa telah membuahkan perselisihan antara Mariatun dan Poniem. Di satu sisi, Mariatun sangat merendahkan Poniem yang dianggap tidak beradat dan berasal dari keturunan yang tidak jelas. Sementara itu, Poniem melihat adat Minangkabau, terutama yang berkaitan dengan posisi perempuan dan tingkah lakunya dalam kehidupan berkeluarga sangat berbeda dengan kebiasaannya di Jawa.


145