Halaman:Konflik; Konsep Estetika Novel-Novel Berlatar Minangkabau Periode 1920-1940.pdf/141

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

Embun pagi jang sedjuk dingin sedang menjelimuti kota Bukittinggi. Sungguhpun hari sudah hampir pukul tudjuh, tetapi masih gelap djuga, karena kabut belum hilang, adalah seakan-akan hendak menantikan tjahaja siang, sinar matahari jang agak panas, akan penerbangkan dirinja. Itulah jang mengalangi penglihatan, sehingga rumah-rumah jang dekat djalan raja terbajang antara ada dengan tiada diruangan mata, sedangkan orang-orang jang tidak djauh djaraknja dari kita, hampir-hampir tidak kelihatan.

Walaupun demikian sudah banjak djuga orang jang keluar meninggalkan rumah tangganja menudju kedjalan besar, lebuh gedang dari Bukittinggi ke Padangpandjang. Ada jang hendak pergi mendjalankan kewadjibannja dan ada pula yang berdjalan-djalan sadja, untuk menjegarkan badannja, serta menambah kesehatan tubuhnja. Tentang itu tentu kita semua telah mengetahui, timur dan barat, utara dan selatan, bahwa Bukittinggi, ialah suatu negeri jang berhawa sedjuk dan sehat di Sumatra, tempat orang datang dari segala pihak, untuk menjehatkan badannja dan membersihkan pemandanganja. Kebun-kebun bunga yang tjantik molek, ditumbuhi bunga-bungaan perlbagai warna, jang sedap dipandang mata dan ngarai-ngarai jang dalam, “Karbouwengat" dinamai oleh orang Belanda, itulah jang menghiasi kota Bukittinggi. Letak kotanja tinggi diatas bukit, ialah konon jang memberinja nama “Bukittinggi” dan menjebabkan hawanja jang sedjuk. Gunung dua sekelamin, Merapi dan Singgalang, elok bersih kelihatan, djadi perhiasan Bukittinggi djuga (Pamuntjak, 1961:7).

129