Halaman:Konflik; Konsep Estetika Novel-Novel Berlatar Minangkabau Periode 1920-1940.pdf/121

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

ke langit, tetapi kita kaya dengan harta batin. Boleh jadi kita hina di mata orang yang suka melihat rupa lahir saja, tetapi di sisi kita sendiri, kita mulia semulia-mulianya, kaya sekaya-kayanya. Bagi Adinda, berhadapan dengan Kanda, selalu dalam penjagaan dan perlindungan Kanda, sudah lebih daripada harta dunia yang berkian-kian banyaknya." (Iskandar, 2002:19).


Dalam novel Merantau ke Deli, Leman juga memutuskan untuk merantau karena didorong oleh rasa harga dirinya. Di kampung, ia sudah tidak dianggap ada. Kemiskinan dan kemelaratan hidup membuatnya lari dari lingkungan kaum kerabatnya. Dorongan untuk mempertahankan harga diri dan keinginan untuk dianggap sama dan berharga membuatnya pergi meninggalkan kampung halaman dan mencari penghidupan di Deli, dengan harapan suatu saat ia dapat menujukkan pada kaum kerabatnya bahwa ia ada dan sanggup berbuat seperti orang lain. Hal tersebut sesuai dengan konsep harga diri orang Minagkabau yang mengajarkan mereka untuk duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi dengan orang lain. Pantang bagi mereka untuk menjadi rendah atau dianggap rendah.


"Kawan-kawan," kata Uda Patah pula dengan agak keras, tetapi tenang dan sabar. "Sungguh Tuan-Tuan tak tahu akan nasib, tak insaf, bahwa kita jauh di rantau orang. Coba Tuan-Tuan pikirkan sebentar, Tuan-Tuan camkan dan menungkan, apa maksud Tuan-Tuan datang ke mari? Apa doa dan cita-cita ibu-bapa atau anak-bini Tuan-Tuan melepas merantau, meninggalkan kampung halaman? Kalau hamba tidak salah, kita sekalian semaksud, secita-cita menempuh negeri orang: hendak mencari perut nan tak berisi, mencarikan penggung nan tak halal, supaya bertutup. Mencari rezeki yang halal,

109