Halaman:Kalimantan.pdf/80

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

Beberapa anggauta „dewan” merasa chawatir dengan resolusi Bandung itu, sekalipun didalamnja ada terdapat hasrat kemerdekaan jang dibajangkannja dengan setjara samar-samar. Alasan ini dikemukakannja antara lain memilih kepada ruang dan waktu, pada saat mana resolusi itu dihasilkan, berdasar kepada suasana diluar dan didalam tanah-air. Resolusi Bandung tidak sadja amat lemah, melainkan djuga karena sifatnja jang meninggalkan Republik Indonesia, dan amat disesalkan terhadap tjara dan waktunja resolusi itu dihasilkan.


Mereka tidak dapat menerima anggapan, bahwa rakjat Kalimantan tidak pernah konflik dengan pihak Belanda. Bahwa tuntutan minimum dari resolusi itu adalah melemahkan resolusi itu sendiri, karena seolah-olah dapat difahami, bahwa sebenarnja adalah sebagai landjutan daripada memorandum Sultan Hamid dari Kalimantan Barat. Banjak anggapan jang menjatakan, bahwa Komisi Tiga Negara sebagai badan perantara internasional dalam pertikaian Indonesia Belanda, tapi karena resolusi Bandung itu sekali-kali tidak merembet-rembet kedudukan Komisi Tiga Negara, sedang promotors resolusi Bandung mengetahui, bahwa urusan intern di Indonesia mendjadi djuga kewadjiban dan pekerjaan Komisi Tiga Negara.


Karena itu apakah tidak mungkin orang berpendapat, bahwa resolusi itu hendak merebut kedudukan Komisi Tiga Negara serta hendak menarik-narik Republik Indonesia dari kompetensi Komisi Tiga Negara, sehingga dengan demikian soal Indonesia mendjadi soal dalam negeri sebagaimana jang dikehendaki oleh pihak Belanda, djustru pada saat perundingan Indonesia-Belanda menemui djalan buntu, disebabkan usul-usul jang dimadjukan oleh Critchley Dubois.


Bahwa resolusi itu tidak menggambarkan pegangan jang kuat, karena soal politik, ekonomi dan ketenteraan, serta hubungan luar negeri jang mendjadi sjarat-sjarat pertama terhadap keteguhan satu pemerintahan, sama sekali tidak tegas, sedang resolusi itu lebih banjak bersifat hanja menanti keichlasan umum, keichlasan orang lain. Oleh karena itu, apakah nanti resolusi itu dapat mendjadi konflik baru antara orang-orang Indonesia dalam Republik dengan orang-orang Indonesia diluar Republik, karena resolusi itu akan membuat lembaran sedjarah baru bagi bangsa Indonesia untuk masa jang akan datang.


Sementara itu perundingan Indonesia-Belanda mentjapai klimaks jang paling genting, jaitu setelah tidak tertjapai sesuatu hasil, baik mengenai perundingan militer, maupun perundingan politik. Perundingan terpaksa diputuskan oleh pihak Belanda sendiri, sedang Republik Indonesia menanti-nanti apa jang mungkin terdjadi, sebagai akibat putusnja perundingan itu. Keadaan dalam daerah Republik Indonesia ketika itu amat genting, runtjing dan tadjam. Pertentangan-pertentangan politik mulai terasa, jaitu setelah Front Demokrasi Rakjat ~ FDR ~ tidak dapat merebut kursi dalam kabinet Hatta.


Bagi Belanda sendiri, keadaan dalam Republik itu sebagai tjermin jang besar, jang menggambarkan kembali keinginannja untuk menempuh djalan kekerasan. Mendjelang bulan September 1948 PKI Muso merebut kekuasaan di Madiun dan mendirikan apa jang dinamakannja pemerintahan Demokrasi Rakjat. Jogjakarta bertindak. Tentera Nasional Indonesia digerakkan untuk merebut kembali Madiun dan lain-lain daerah jang diduduki Partai Komunis Indonesia.

76