Halaman:Kalimantan.pdf/402

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

jang tiwas djiwanja dimedan pertempuran. Achirnja serangan jang hebat ini dapat dipukul mundur oleh Angkatan Sambas jang dipimpin dan dikepalai oleh Pangeran Anum itu, dan jang menjerang mendapat kekalahan besar.

Dua tahun kemudian setelah penjerangan pertama itu, maka masuklah pula angkatan jang kedua kalinja dari negeri Siak, jang lebih besar dan kuat dari angkatan pertama, dengan dikepalai oleh Sultan Siak sendiri bernama Said Ali. Pertempuran kembali pula jang amat lama mengambil waktu, karena kedua belah pihak ternjata sama-sama kuatnja dan berani. Walaupun Panglima-panglima dari negeri Siak itu luar-biasa ketjakapan dan keberaniannja, namun pasukan-pasukan Pangeran Anum dapat mempertahankan keradjaan Sambas dan dapat menghalaukan pasukan Radja Siak. Kemudian datang lagi bantuan dari Siak jang dibawah pimpinan Said Mustafa dan permaisurinja jang gagah-berani , ikut dalam angkatan jang ketiga ini, mesti mendapat kemenangan. Djuga telah ikut bersama dalam angkatan ini, sengadja didjemputnja dari negeri Atjeh, seorang panglima jang gagah-berani bernama Panglima Aru. Menurut riwajatnja hampir setiap hari Panglima Aru itu berdjuang dengan Panglima Sambas jang bernama Lawang Tendi'. Achirnja dalam peperangan ini Panglima Aru tiwas dan mati dibunuh oleh Lawang Tandi' dan pada waktu itu timbullah bintang kemenangan bagi pihak Sambas.

Apabila permaisuri Siak melihat Panglima Aru telah mati, maka dengan tidak membuang tempoh dengan setjepat kilat, ia menjerbukan diri kegelanggang perdjuangan dengan laku seperti seekor singa lepas dari tangkapan. Pertempuran mendjadi hebat dan seru gemerintjing bunji sendjata pedang berdjumpa pedang, tangkis-menangkis, tikam-menikam, banjak diantara kedua belah pihak mendjadi kurban. Meskipun pihak Sambas mempertahankan kedudukannja dengan matimatian, namun serangan permaisuri Siak jang gagah - berani itu tak dapat dipatahkan oleh kekuatan panglima-panglima dari Sambas, karena diantaranja banjak Panglima dari pihak Sambas jang gugur, angkatan mendjadi kutjar- katjir serta melarikan diri undur kekubu pertahanannja.

Melihat peristiwa itu, Pangeran Anum bukan main panas hatinja lantas seketika itu djuga ia tembakan sebuah peluru „Petunang“ penaka petir menjambar, dengan djitu dan tepat mengenai Permaisuri itu, jang achirnja gugur dalam pertempuran itu. Ketika Permaisuri itu telah meninggal dunia, para Panglima dan sekalian angkatan dari Siak jang datang menjerang itu terpetjah - belah hambur dan mereka banjak lari mengikut radjanja, jaitu Said Ali dan Said Mustafa pulang kenegerinja.

Diantaranja ada jang tinggal di Sambas, jaitu Panglima Tengku Sambo' dan para pengikutnja karena ia menjerah kepada Pangeran Anum untuk tinggal menetap di Sambas. Didjelaskan disini, bahwa jang disebut petunang, jaitu peluru buah tjiptaan dari Pengaran Anum sendiri, dilaksanakannja dengan mu’akal, menggambarkan suatu djisim halus - Djin jang bernama Budjang Danor - sampai sekarang masih disebut-sebut nama Budjang Danor itu oleh masjarakat Sambas.

* * *

398