Halaman:Kalimantan.pdf/396

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

kerdja-sama antara pihak―lantas berangkat mengungsi meninggalkan Ibu-negeri Sambas, untuk menjingkirkan diri dalam suasana jang genting meruntjing itu. Mereka meninggalkan Ibu-negeri sampai di Kotabangun masuk kedalam sungai ketjil langsung kehulu, tibalah rombongan Raden Sulaiman kesuatu tempat jang merupakan pertemuan dari 3 tjabang sungai, jaitu sungai Sambas ketjil, sungai Subah dan sungai Teberau, lazim disebut Muara Ulakan.

Sudah mendjadi keputusan dan satu pertjobaan bagi seorang ummat Islam jang mempunjai perasaan tawakkal dan menerima kadar untung baik dan djahat jang didatangkan Allah. Demikianlah perasaan jang terlukis dihati Raden Sulaiman ketika hendak meninggalkan ibu negeri, dan jakin bahwa nasib seseorang itu hanja terletak pada dirinja sendiri. Dengan persetudjuan keluarga dan pengiring-pengiringnja, didirikanlah tempat kediaman jang baru untuk sementara, jaitu sebelah timur dari Muara Ulakan. Tempat sementara jang baru ini diketahui rakjat jang mentjintai Raden Sulaiman jang kemudian menjertai Radja untuk membuat perkampungan baru sedjak itu penduduk Kota Lama, berpindah dan lama-kelamaan Kota Lama ditinggalkan dan sekarang hanja merupakan satu perkampungan sadja.

Ditempat jang baru inilah Kota Sambas dibangunkan. Dengan permufakatan keluarganja serta Kiai Djoko Sari dan lain-lain orang jang terkemuka, maka dinobatkanlah Raden Sulaiman mendjadi Radja, dengan tjukup upatjara kebesaran menurut adat-istiadat radja-radja oleh para Menteri, pembesar dan rakjat dari negeri jang baru lalu itu, dengan pangkat dan gelaran Sultan Muhamad Sjafiuddin I, demikian djuga kepada kedua saudaranja Raden Baharuddin dan Raden Abdulwahab digelar Pangeran Bendahara Seri Maharadja dan Pangeran Temanggung Djaja Kusuma, sebagai Wazir jang pertama-tama dalam sedjarah keradjaan Sambas. Raden Bima putera sulung dari baginda jang sudah dewasa diutus dan diperintahkan untuk berlajar ke Sukadana mendjumpai kaum keluarganja dari sebelah pihak ibunja Ratu Suria Kusuma itu. Kedatangan disambut dengan gembira, oleh Sultan Zainuddin jang masa itu mendjadi radja di Sukadana, kota diperhiasi dan rakjat berkumpul, semua alat kebesaran negeri diperlihatkan. Dalam istana dipertundjukkan kesenian tari-tarian menurut adat lamanja 7 hari dan 7 malam. Selesai perajaan, maka dengan persetudjuan dan permufakatan jang baik untuk mengawinkan Raden Bima dengan saudara radja jang bungsu, bernama Puteri Indera Kusuma. Dalam perkawinan ini Raden Bima mendapat seorang putera jang diberi nama Raden Melian, karena puteranja ini dilahirkan dalam lingkungan sungai Melian, jaitu sungai jang kenamaan di Sukadana.

Timbullah hasrat hatinja ingin kembali ke Sambas, untuk mendjumpai kembali ajah-bundanja berserta akan memperkenalkan isterinja dan puteranja jang baru lahir itu. Dengan mendapat persetudjuan dari Sultan, maka berangkatlah Raden Bima sekeluarga kembali ke Sambas,jang pada dewasa itu puteranja baru berumur satu setengah tahun. Bagaimana kegirangan hati ajah dan bundanja setibanja Raden Bima ke Sambas, ia disambut dan dielu-elukan oleh para menteri dengan pajung kebesaran dan sampainja diserambi istana oleh dajang-dajang, bitibiti dan sida-sida dihamburkan beras kuning kepada Raden Bima 3 beranak itu. Betapa girang hatinja melihat wadjah-muka anaknja, menantu dan tjutjunja itu.

Sekali lagi Raden Bima mesti meninggalkan negeri untuk mendjundjung perintah ajahnja, jaitu pergi berlajar ke Berunai sebagai landjutan pemergiannja ke

392