Halaman:Kalimantan.pdf/354

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

asli Bandjar berpokok pada bentuk bubungan atap, seperti rumah adat, dengan bubungannja jang melintang tinggi serta mempunjai dua andjung. Lain-lain bangunan lagi, adalah palimasan dengan bubungannja jang membudjur serta djurai muka menurun merupakan bentuk pyramid. Bentuk rumah jang memandjang dengan tidak berpendjuru bubungannja tidak berdjurai, tapi membudjur dengan muka rata, dan bentuk gadjah menjusu dengan bubungan melintang serta dua andjung jang melontjong kemuka merupakan dua anak rumah-paviljun.

Oleh pertimbangan-pertimbangan praktis, maka sekarang orang lebih suka membangun rumahnja menurut bangunan-bangunan buatan arsitek. Dalam pembikinan perhiasan jang dibuat oleh tukang mas. djarang terlihat motief-motief asli lagi, kebanjakan sudah meniru motief dari toko -toko mas Eropah dan Tionghoa. Tetapi pembuatan barang -barang kuningan dari daerah Negara - Hulu Sungai masih terdapat dalam bentuknja jang asli. Bokor tempat sirih, kupukupu dan burung perhiasan dinding serta maquet jang merupakan rumah adat dan perahu tambangan, masih menghiasi balai -balai pertundjukan. Kadangkadang masih didapati orang -orang jang pandai membuat wajang, topeng dengan tjara bikinan sendiri jang tidak gampang luntur.

Sedang kesenian pertundjukan termasuk permainan wajang, wajang orang, tari-tarian, arak-arakan dan mamanda. Permainan wajang termasuk pertundjukan jang masih amat digemari, tidak lumpuh oleh pukulan zaman. Pertundjukan ini memang berasal dari Djawa, bahkan kata- kata dalam pertunjukan banjak mempergunakan kata-kata Djawa, hanja berubah edjaannja sadja, sedang tjeritanja tidak berbeda, bersumber dari pakem Djawa, tetapi tjeritanja banjak sindiran jang memperlihatkan aliran tersendiri. Kalau di Djawa dalam tjara melukiskan keberanian dan keangkaran , lalu diambil peranan Pandawa berhadapan dengan Kurawa atau raksasa-raksasa , maka peranan keangkaran banjak dilukiskan dengan dewa-dewa. Karena umumnja Dewa-dewa selalu angkara, sedang Pandawa senantiasa ditindas oleh kajangan, jang kemudian sering berachir dengan menangnja Pandawa sebagai manusia jang benar terhadap Kajangan selaku dewa-dewa jang murka.

Djarang Narendra Darawati dilukiskan sebagai Sang Utama, tetapi banjak dilukiskan sebagai peranan keluarga Pandawa jang suka memihak musuh. Wajang orang, jang djuga terkenal dengan sebutan wajang gong, Damarwulan atau Abdulmuluk. Tjeritanja jang lazim dimainkan ialah dari pakem Batara Rama dan Damarwulan . Kata-kata jang dipergunkan dalam pertundjukan tidak berbeda dengan dalam permainan wajang, jaitu bahasa Bandjar dengan ditjampuri kata-kata Djawa Kuno. Berbeda dengan wajang orang di Djawa, maka setiap peranan memakai tjabang jang melukiskan peranan wajangnja hingga leher. Pakaiannja djuga tidak memakai kain batik dan tjelana sempit, melainkan bertjelana, berkemedja dan berdjas mengarah pakaian barat abad kesembilan belas.

Tarian menurut irama gamelan. Tarian biasa memakai selendang jang melukiskan suatu peranan membawa alat- alat seperti bunga, lilin, keris, panah, perisai dan tombak, jang lazim disebut baksa. Pada baksa jang mempertundjukkan peranan ini, peranan dilukiskan dengan tjara-tjara tariannja tersendiri, seperti, peranan Temenggung Djajadirata dari Astina dalam baksa dadab, Patih Gandamala dari Mandaraka dalam baksa keris, Hanoman dalam baksa pisang

350