Halaman:Kalimantan.pdf/348

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

Tetapi bagi mereka jang telah mendjalani tutang tidak demikian halnja . Tutangnja itu terang -benderang laksana lampu jang dapat menerangi djalannja ketempat jang ditudjunja, tidak kurang suatu apa-apa. Lain pula halnja dengan melobangi telinga, jang bukan mendjadi adat kebiasaan, melainkan semata-mata hanja sebagai perhiasan dan fantasi-belaka. Itulah pula sebabnja, pada waktu jang achir-achir ini banjak didjumpai wanita-wanita dari suku Sigai, Bahau Putuk dan lain-lain jang umumnja terdapat dipedalaman Kalimantan Timur tidak melakukannja lagi. Bagi mereka jang telah terlandjur melebarkan lobang telinganja, kadang-kadang terpaksa digunting dengan pertolongan dokter. Adat demikian mudah hilangnja, karena lepas daripada adat dan kepertjajaan.

* * *

Hukum Adat.

Sebagai landjutan daripada kepertjajaan jang telah mendjadi turun-temurun, maka sifatnja berubah mendjadi hukum adat, jaitu suatu tata-tertib jang harus diindahkan untuk mengatur gerak-geriknja dalam masjarakat. Tetapi jang demikian ini bukan dianggap sebagai suatu kebiasaan, karena hukum adat disertai dengan sanksi- sanksinja. Tidak kurang dari 100 pasal hukum-hukum adat itu. Didalamnja mengandung bermatjam-matjam larangan, pantangan dan suruhan jang diikatkan dengan antjaman hukuman badan atau hukum ,,faga" dan ,,singer" - hukum denda - jang harus dipatuhi oleh seluruh anggauta masjarakat.

Dengan demikian teranglah sudah, bahwa sebelum Belanda datang mendjadjah di Kalimantan, penduduk asli sendiri telah mempunjai adat pusaka jang kemudian dirumuskan mendjadi sematjam hukum adat. Hanja kurang diketahui, apakah segala matjam hukum itu peninggalan dari hukum- hukum radja di Kalimantan. Ditindjau kepada gelar-gelaran dan pangkat jang diberikan kepada golongan Dajak, seperti gelaran panglima, Kepala kampung dan lain-lain sebagainja jang menarik padjak dan belasting dalam suku bangsanja, adalah datangnja dari radja sendiri, sebagai salah satu tjara menghormati dan harga-menghargai dalam hukum. Sudah barang tentu segala matjam gelaran dan pangkat itu diberikan tidak sekedar menilik kepada sikap, budi pekerti dan kepandaian mereka, melainkan djuga untuk mengikat kepada mereka supaja mendjalankan dan memelihara hukum -hukum tersbeut.

Dalam daerah Kalimantan Barat gelaran itu menjerupai nama binatang buas, seperti Singa, Gadjah, Burung, jang sebenarnja adalah Kepala kampung, Petinggi, Temenggung, Mangku dan sebagainja jang mempunjai tugas lapangan tertentu untuk mendjaga ketertiban hukum. Perasaan menghormati dari kepala-kepala Suku Dajak kepada radja, adalah karena memandang radja itu sebagai utusan jang datangnja dari langit untuk memimpin ummat manusia, dan karenanja harus mendapat bantuan sepenuhnja dari manusia sendiri, terutama dalam menghadapi peperangan dengan musuh. Suatu riwajat jang tidak dapat dilupakan, ialah betapa besarnja bantuan dari suku Dajak kepada radja-radja jang satu sama lainnja berperang. Peperangan itu berdjalan lama sekali sampai bertahun-tahun baru selesai. Kepada suku Dajak jang memberikan pertolongan itu, diberikan kampung tersendiri dan lain-lain bantuan.

344