Halaman:Kalimantan.pdf/333

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

disepuh dengan darah akan menerima rachmat Tuhan. Darah ini seringkali dipergunakan untuk menghapuskan sesuatu kedjahatan, perselisihan dan pertentangan. Oleh karena itu pada zamannja kadang-kadang suku Dajak itu tidak segan-segan untuk menumpahkan darah orang.

 Kepertjajaan kepada Pahanteran, atau pertjaja kepada pemimpin upatjara agama, laksana Pedanda bagi suku Bali dipertjajakan untuk menunaikan sjarat rukun kematian pada waktu Tiwah, Djambe, Njolat Irau dan sebagainja. Dalam hubungan ini, maka masuknja agama Islam dan Kristen amat kehidupan religieus dari penduduk asli Kalimantan, atau sekurang-kurangnja mengurangi kepertjajaan kepada segala matjam pemudjaan jang tidak mempunjai sifat dan bentuk jang lebih njata. Jang demikian ini bukan sadja terdjadi dalam kalangan suku-suku Dajak jang telah lebih dahulu menganut agama Islam atau Kristen, tetapi djuga dalam kalangan penganut-penganut agama asli sendiri.

Karena besarnja pengaruh agama-agama Islam dan Kristen, maka lambat-laun hilanglah sebagian dari kepertjajaan dan adat-istiadat agama mereka, baik sekedar untuk menjesuaikan diri atau benar-benar telah dirasa akan perlunja perobahan dalam tjara menjembah kepada Tuhan . Oleh karena itu dapatlah dianggap. bahwa sisa -sisa adat, upatjara-upatjara jang dilakukan sampai sekarang adalah adat-istiadat atau upatjara-upatjara jang telah beberapa kali melalui saringan-saringan untuk diselaraskan dengan zaman dan alam didaerah mereka sendiri. Dalam hal ini dapatlah ditjatat, bahwa orang jang pertama sekali membawa masuk agama Islam ke Kalimantan, ialah Pangeran Suriansjah dalam tahun 1590, sebagai memenuhi perdjandjian jang dibuatnja dengan Keradjaan Demak waktu Keradjaan Bandjar minta bantuannja. Sunan Demak berkenan memberi bantuan kepada Pangeran Suriansjah, jang ketika itu masih bernama Pangeran Sumadra dalam perebutan kekuasaan dengan Panembahan Sukarama dengan perdjandjian apabila menang perang Pangeran akan dimasukkan Islam bersama seluruh rakjatnja.

 Sedjak waktu itu perkembangan agama Islam hampir merata keseluruh Kalimantan, terutama sebagai pelopor penganut Islam ialah para Sultannja. Dalam tahun 1600 seorang Arab kawin dengan puteri Petong dari Keradjaan Pasir, dan sedjak itu Keradjaan Pasir mendjadi Islam. Keradjaan Kotawaringin dalam tahun 1620, ketika pemerintahan Radja Mahkota. Keradjaan Kutai dalam tahun 1700, jang dibawa oleh Pangeran Adipati. Sedang Keradjaan Ketapang, Mempawah dan Pontianak jang dibawa oleh seorang Arab bernama Sjarief Husin, adalah dalam tahun 1743, 1750 dan 1771. Daerah Kalimantan Utara dalam memeluk agama Islam lebih tua, jaitu dalam tahun 1450 jang djuga dibawa oleh bangsa Arab.

 Asal mulanja Keradjaan Hindu jang ada di Kalimantan seperti Tjandi Laras dan Tjandi Agung atau disebelah Kalimantan Timur, maupun di Kalimantan berperang menolak kedatangan agama Islam. Kebanjakan rakjat jang tidak suka di Islamkan lari kesebelah pedalaman Kalimantan, seperti Kapuas, Barito, Katingan, Kahajan dan Mahakam. Tetapi lambat-laun mengembangkan agama Islam bagi para penganutnja merupakan suatu kewadjiban jang mutlak, dan karenanja mereka berusaha mendjadi muballigh Islam.

 Pangeran Suriansjah sendiri pernah digagalkan dalam pertjintaannja, karena memaksa untuk memperisterikan seorang puteri jang tidak suka masuk Islam. Menurut kissahnja, Pangeran telah meminang seorang puteri Dajak bernama

329