Halaman:Kalimantan.pdf/327

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

Tetapi jang berhak untuk membuka tutup gutji jang berisi tuak hanja oleh Kepala Adat sadja, dan ia pulalah jang memberikannja kepada kedua pengantin untuk diminumnja, dengan doa supaja kedua pengantin, lelaki dan perempuan kelak hidupnja selamat dan berbahagia mendjadi sepasang suami isteri jang beruntung, Selain daripada itu, apabila dalam kampung berdjangkit penjakit jang berbahaja, maka tempajan keramat hendaklah diletakkan ditengah-tengah ruang, dimana mereka tinggal, dihiasi dengan aneka-warna jang indah- indah, kain-kain beludru dan benang mas, kalung -kalung merdjan dan manik dikelilingi benda-benda keramat lainnja. Jang demikian itu dimaksudkan untuk menolak bahaja dan antjaman penjakit.


Apabila penduduk ingin menjampaikan hadjat dan hendak melihat untung baik atau untung rugi , maka merekapun berpesta tudjuh hari tudjuh malam lamanja. Selama waktu berpesta itu, tempajan ditunggu oleh seorang anak ganti berganti. Sedang pada tengah malam tempajan diberinja santapan, dan sesadji. Benda keramat itu dipergunakan djuga sebagai tempat djenazah, lazim disebut ,,sandong " . Tjara mempergunakan tempajan sebagai peti-mati sudah tua sekali, kalau bukan jang tertua atau jang asli. Tetapi bilamana tempajan itu terlalu ketjil untuk dapat dipergunakan sebagai tempat djenazah, maka tempajan itu dibelahnja mendjadi dua dan setelah majat dimasukkan kedalamnja, kemudian dipasang lagi dengan menggunakan perekat dan lain-lain sebagainja supaja kelihatannja seperti biasa, barulah ditutup dengan sebuah gong.


Selama tudjuh hari tempajan disimpan dirumah dan pesta kematian dilangsungkan selama itu. Penguburan dalam tempajan ini oleh beberapa suku dianggap sebagai tjara jang semestinja. Djika mereka tidak dapat membiajai penguburan jang mahal itu , maka tjukuplah diletakkan dalam peti-mati dari kaju biasa sadja, asal diatas kuburan ditaruh gutji ketjil . Dilain daerah terdapat djuga pembakaran majat atau penguburan sementara, tetapi senantiasa tulang -tulang sisanja disimpan dalam tempajan atau gutji. Ada pula jang menjimpannja dengan berhati- hati sekali kedalam peti-mati . Dan apabila mereka telah mempunjai tjukup belandja untuk berpesta mati, maka barulah majat itu dikuburkan disuatu tempat jang tidak berapa djauhnja dari rumah mereka.


Diatas kuburan itu ditaruhnja gutji- gutji jang berisikan tulang-tulang, sedang disampingnja didirikan pula sebuah gubuk. Ada lagi jang menjimpan djenazah dalam peti bambu didalam rumah. Air majat jang menetes dikumpulkan dan ditadah dengan tempajan atau gutji keramat. Dan setelah majat itu ditanam, maka tempajan jang telah berisi air majat itulah jang disimpan. Dalam daerah Sintang, Kalimantan Barat waktu mengadakan pesta kematian, semua penduduk kampung mengeluarkan tempajannja dan menaruhnja diatas para-para bambu didepan rumahnja masing-masing. Ternak besar atau ketjil jang dipergunakan untuk dipersembahkan dikumpulkan dibawah para-para itu.


Tempajan-tempajan dan gutji-gutji ditaruh selama tiga hari dan tiga malam serta didjaga oleh kaum kerabat dari jang meninggal. Pesta arwah itu didaerah sungai Barito disebut ,,usik liau", sedang ditempat-tempat lain masing -masing mempunjai nama sendiri-sendiri. Sampai sekarang ini kepertjajaan kepada tempajan dan gutji sama beratnja dengan kepertjajaan mereka kepada bulan dan bintang jang dapat memberikan sinar jang tjemerlang bagi hidup dan penghidupannja sepandjang menurut adat kebiasaannja.

323