Halaman:Kalimantan.pdf/326

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

membuat gutji-gutji dari tanah, supaja kepandaian itu dapat pula dikerdjakan oleh manusia.

Tidak semua gutji sama bentuk, besar atau tingginja. Ada jang tingginja 50 cm dan ada pula jang tingginja sampai 120 cm . Gutji-gutji mempunjai nama sendiri-sendiri, misalnja „belanga", „berahan" , halamaung", „rantian", „sahajak", „tadjau", „djampa", „djawet" dan „belanai". Sebutan nama-nama lazim dikalangan suku Melaju di Kalimantan Barat, suku Bandjar, dan suku Dajak di Kalimantan Timur. Kebanjakan gutji-gutji tersebut disepuh dengan berbagai warna hingga mengkilat. Sedang badannja dihiasi dengan gambar naga atau ular, karena naga adalah symbool air jang turun dari langit. Harganja amat mahal dan sukar ditjari, biasanja jang mendjualnja ialah orang Tionghoa. Harga jang diketahui pada tahun 1856, ialah ƒ 2.000.—, ƒ 3.000,—, bahkan sampai ada jang berharga ƒ 10.000.— sebuahnja. Pada tahun 1880 Panembahan Sintang, Kalimantan Barat mempunjai sebuah tempajan ditaksir seharga $ 5.000,—. Benda berharga itu senantiasa dipelihara dengan baik dan diselubungi dengan kuning djingga. Salah seorang Kepala Suku jang mempunjai 45 buah tempajan jang besar-besar, telah ditaksir hingga ƒ 150.000,—.

Biasanja tempajan dan gutji keramat adalah kepunjaan segolongan famili atau suku. Dan itulah sebabnja maka pemeliharaan dilakukan setjara bergiliran, berganti-ganti, sekeluarga demi sekeluarga. Sedang jang mengurusnja ialah Kepala Adat, dialah jang menentukan giliran, bahkan dia sendiri harus ikut mengantarkan dan mendjaga djangan sampai rusak. Dikampung-kampung benda berharga itu diberinja tempat jang agak istimewa disebuah gubuk, dan bilamana dikampung itu ada djuga benda-benda lain jang keramat, maka diaturlah barang-barang itu sekeliling tempajan keramat jang baru datang itu.

Sudah barang tentu sesadjian tidak pula ketinggalan diletakkan dekat bendabenda jang dianggap keramat itu. Hasiatnja tempajan itu, selain mendjaga kepada jang empunja dari pada segala penjakit malapetaka, dan iapun dapat dipergunakan untuk menudjumkan apa jang bakal terdjadi terhadap siapa sadja jang ingin mengetahui keramatnja. Untuk sekedar mengetahui tentang chasiatnja ialah dengan memasukkan air kedalamnja dan daripadanja dapat didengar dengan djelas suara air itu. Demikian djuga tempajan-tempajan itu dapat dipergunakan sebagai tempat menjimpan segala matjam azimat, sedang buat peralatan dan pesta perkawinan besar pula faedahnja.

Djika sesuatu pertunangan telah disetudjui oleh masing-masing pihak jang bersangkutan, maka biasanja oleh pihak laki-laki dihadiahkan sebuah gutji sebagai mas kawin tanda pengikat. Sedang dari pihak perempuan menghadiahkan pula sebagai tanda balasan, seekor babi dan lain-lain barang jang setimpal dengan harga gutji tersebut. Dalam beberapa daerah dipedalaman Kalimantan tjara-tjara perkawinan agak berlain-lainan pula, tetapi pada hakekatnja adalah sama sadja, karena adat-adat kebiasaan itu datangnja dari satu tjara. Dalam daerah Kalimantan Barat, pada suku Dajak Landak dan Tajan, waktu hari kawin kedua pengantin jang berpakaian „kebesaran" didudukkan diatas gong dan keduanja bersandar pada tempajan keramat pusaka. Di Kota Waringin tempajan keramat diisi dengan arak dan tuak dan ditutup dengan kain merah. Sedang diatasnja digantungkan pinang setangkai dan sepotong daging ikan atau binatang lainnja jang disembelih untuk pesta perkawinan.

322