Halaman:Kalimantan.pdf/308

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

Semangat tolong -menolong didaerah dipedalaman ini , sama sadja dengan Kalimantan Timur atau Kalimantan Selatan, tetapi dimuaranja masih banjak menundjukkan sistim pertjampuran, jaitu pertjampuran kebiasaan-kebiasaan lama dengan kebiasaan-kebiasaan baru.

Didaerah pertjampuran ini pada mulanja sama sadja halnja dengan pedalaman, jaitu memakai kebiasaan -kebiasaan jang diwarisi dari nenek-mojang dahulu -kala. Sifat kekeluargaan sudah mendjadi darah-daging dan mendjadi pegangan utama diwaktu itu, baik waktu berdukatjita, maupun waktu bersukatjita. Dalam pergaulan hidup jang demikian itu dapatlah dibajangkan suatu kerukunan jang harmonis, terlepas dari perpentjilan hidup menjendiri.

Dimuarapun pada mulanja semangat ini merata dikalangan rakjat, tetapi keadaan ini tak dapat dipertahankan. Kedatangan orang-orang baru langsung membawa perubahan-perubahan, menjebabkan tata-hidup penduduk asli turut berubah. Tentu sadja tidak serempak perubahan -perubahan itu dan tidak semua kebiasaan itu dapat diubah diperbaharui. Ibarat pasang naik, hanja disana-sini sadja digenangi air, disana -sini masih sadja ada tanah timbul, demikian pula adat-kebiasaan ini.

Ditempat-tempat ramai, madju dan sudah banjak menerima pengaruh-pengaruh dari luar, semangat tolong -menolong sudah kurang kita rasakan, sudah kurang meriahnja dari jang semestinja semula . Dalam hal ini desakan hidup jang selalu mendorong seseorang, sehingga mau tak mau orang harus melupakan kepentingan bersama dan mengutamakan kepentingan sendiri. Selain dari desakan hidup, djuga disebabkan oleh pertjampuran berbagai -bagai suku-bangsa jang berbagai-bagai pula adat lembaga dan kebiasaannja, menjebabkan sesorang lebih suka bersikap menjendiri. Antara mereka seolah-olah tak tahu-menahu dalam beberapa hal. Sedikit kesukaran menimpa keluarganja ditahannja sendiri, pekerdjaan dikerdjakannja sendiri dan sebagainja.

Daerah Kota Besar Pontianak, dahulu dinamakan Tanah Seribu, didiami oleh penduduk asli dan pendatang. Dapat dipandang dengan njata disini, bahwa sifat dan semangat tolong - menolong terbagi dua tingkatan, tetapi tidak seberapa djauh perbedaan-perbedaannja itu. Tingkatan pertama dapat kita lihat dikampung-kampung jang tidak banjak bergaul diluar. Disini semangat tolong-menolong masih diartikan sifat kekeluargaan jang erat sekali. Seorang anggauta keluarga jang sengadja mengelakkan kebiasaan ini akan diboikot oleh sesamanja, itulah sanctienja. Mereka selalu bersatu dalam segala hal jang dianggapnja kepentingan bersama, baik dalam waktu kesukaran, maupun pada waktu kegembiraan.

Menurut mereka adat-adat ini adalah peninggalan radja-radja sebelum didjadjah bangsa asing. Diwaktu itu, rakjat selalu bergotong-rojong untuk kepentingan radja dan negeri. Mereka bergotong -rojong mengerdjakan djalanan, bergotongrojong menggali bandar dan lain-lain. Sisa-sisa semangat inilah jang masih tampak sampai sekarang. Diwaktu pendjadjahan Djepang keadaannja agak berubah, karena sudah ditjampuri oleh paksaan. Dalam tingkatan kedua, terdapat ditengah-tengah pertjampuran suku-suku bangsa.

Waktu kesukaan atau kedukaan djuga selalu bertolong-tolongan tetapi hanja bergolong - golongan. Hanja dalam hal-hal jang dianggap umum barulah kelihatan semangat keseluruhan, tetapi jang lantas dingin kembali setelah kewadjibankewadjiban itu selesai.

Dalam soal ketjil-ketjil, berpuak-puaklah jang sering dilakukan dan inilah tjara masjarakat disana bertolong - tolongan.

304