Halaman:Kalimantan.pdf/185

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

lebih tinggi daripada zaman jang sudah-sudah, jang djustru dalam zaman-zaman Djepang dan Belanda seakan-akan dimatikan dan dibutakan matanja terhadap kemakmuran jang melimpah-limpah di Kalimantan.

Kalimantan jang mengandung banjak objek-objek ekonomi jang penting-penting dalam menudju pembangunan ekonomi nasional, bukanlah suatu mustahil, apabila Kalimantan diwaktu jang akan datang akan merupakan suatu daerah perindustrian jang penting. Oleh karena Kalimantan, disamping telah adanja beberapa industri jang sudah berdiri sedjak zaman pendjadjahan Belanda, seperti industri minjak di Balikpapan, Sanga-sanga, Tarakan, Anggana adalah 100% kapital asing, sedang industri minjak lainnja jang baru dibuka di Pulau Bunju dan Tandjung pemasukan modal diatur antara Pemerintah Indonesia dan Belanda. Sedang industri batu arang jang terdapat di Telukbajur, Loa Kulu adalah kepunjaan Belanda, tapi dalam perkembangan selandjutnja perusahaanperusahaan tersebut akan berpindah tangan kepada Pemerintah Indonesia.

Industri minjak di Kalimantan Timur jang merupakan vitaalbedrijf bagi ekonomi nasional nanti, pada ketika ini masih dalam pegangan kapital asing, demikian djuga industri kaju jang terdapat didaerah Sampit, jaitu Bruynzeel Dajak Houtbedrijven, adalah kapital tjampuran antara Indonesia dan Belanda. Selama beberapa tahun sedjak berdirinja Industri kaju tersebut, maka djumlah jang telah diserahkan kepada daerah seluas 20.000 ha. Politik kehutanan jang didjalankan oleh Pemerintah Belanda ketika itu, di Kalimantan Selatan pada pokoknja, tidak mendjalankan „Eigen exploitatie", melainkan diserahkan kepada rakjat dan mendapat „Daerah pemotongan kaju" jang besar hanja perusahaan Bruynzeel.

Perusahaan Gergadji jang terdapat didaerah Kapuas, Pontianak dan Pemangkat jang tadinja diusahakan oleh Java Hout, sekarang telah dipindahkan ketangan bangsa Indonesia, ketjuali jang terdapat di Pemangkat jang masih dikendalikan oleh bangsa Tionghoa.

Dalam tahun 1948 Java Hout telah menggergadji kaju sebanjak 5000 meter kubik, sedang tahun 1949 hanja sedjumlah 2100 meter kubik kaju bundar, tetapi mendjual kaju bundar sebanjak 7900 meter kubik. Demikian djuga oleh Daerah Dajak Besar ketika itu didjual kaju bundar dalam tahun 1949 sedjumlah 78.000 meter kubik, sedang seluruh produksi Kalimantan Selatan hanja ada 100.000 meter kubik, terhitung jang hilang dalam kekatjauan-kekatjauan dalam bulan September, Oktober, tahun 1945, lebih kurang 9000 m³, sedang Djawatan Kehutanan karena ada aksi pemogokan dari buruhnja telah kerugian , kehilangan sebanjak 400.000 m³ kaju persediaan.

Daerah Kalimantan Timur perusahaan kaju dalam tahun 1949 menghasilkan 42.340 m³ kaju bundar, oleh perusahaan partikulir 40.358 m³, sedang dalam tahun 1947 sedjumlah 84.933 m³, partikulir 18.231 m3, dan dalam tahun 1948 dihasilkan 63.963 m³, partikulir 31.459 m³. Bahkan dalam tahun 1949, ada 42.340 m³, partikulir 40.3583 m³. Berdasar atas angka-angka tersebut, jang tidak ada perimbangannja antara perusahaan Pemerintah dengan pihak partikulir, adalah karena politik kehutanan jang didjalankan Pemerintah

Belanda jang senantiasa ingin tetap mempertahankannja, sekalipun dari pihak rakjat dan Kesultanan diinginkan, supaja diganti dengan izin lain jang sifatnja lebih meringankan kepada rakjat.

181