Halaman:Kalimantan.pdf/102

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

Sebagai akibat dari tjara pembagian daerah administratief untuk Kalimantan ini, timbul reaksi dari kalangan rakjat jang tidak dapat melihat tjara-tjara pembagian itu. Sebagian besar partai-partai dan organisasi jang ada di Kalimantan Timur telah menentukan sikapnja dalam mana dituntut kepada Pemerintah Pusat, hendaknja Kalimantan Timur diberikan status Propinsi jang tersendiri.

Dalam pada itu ada djuga suara-suara jang menghendaki supaja Kalimantan Timur diberikan status jang lama, jaitu „kesatuan ketatanegaraan jang berdiri sendiri" jang dapat berhubungan langsung dengan Pemerintah Pusat, sekalipun tingkatannja berada dibawah tingkatan Propinsi Kalimantan.

Dan bagaimana keadaan pemerintahan di Kalimatan Barat ?

Rakjat Kalimantan Barat hanja dapat bertahan hingga tahun 1952, kemudian statusnja djuga mengalami perubahan, jaitu dibagi dalam beberapa Kabupaten, sedang untuk mengkoordineer pemerintahan kabupaten ini ditempatkan seorang Residen Koordinator jang untuk sementara waktu dapat berhubungan langsung dengan Pemerintah Pusat, asal atas pengetahuan Pemerintah Propinsi.

Kalimantan Barat terbagi atas 6 kabupaten dan satu Kotapradja, jaitu kota besar Pontianak, kabupaten Pontianak, Sambas, Sanggau, Sintang, Ketapang, dan Putus Sibau, sedang daerah Swapradja terdiri atas 15 Swapradja. jaitu: Pontianak, Mempawah, Sambas, Bengkajang, Kubu, Sukadana, Ngabong, Sanggau, Sintang, Nanga Pinoh, Melawi, Singkawang, Sekadau, Ketapang, dan Putus Sibau. Susunan pemerintahan Kalimantan Barat dalam zaman federal sama dengan susunan pemerintahan dalam federasi Kalimantan Timur. Hanja bedanja Daerah Istimewa Kalimantan Barat dengan Sultan Hamid sebagai Kepala Daerahnja telah „diadopteer" oleh Pemerintah Belanda.

Untuk memperkembangkan azas-azas demokrasi dalam tubuh pemerintahan daerah Propinsi, Kabupaten, Swapradja dan Kotapradja, maka Pemerintah Propinsi mentjoba untuk memakai peraturan Pemerintah No. 39/1950 jang umumnja didjadikan dasar untuk membentuk DPR dengan peraturan tersebut atas Kabupaten-kabupaten Bandjarmasin, Kota Besar Bandjarmasin, Sampit, Kuala Kapuas, Kota Baru dan Barito, sedang Kabupaten-kabupaten di Kalimantan Barat dan Timur ketjuali Berau dan Bulongan belum membawa hasil sama sekali. Djadi selama beberapa tahun ini kedua daerah tersebut tidak mempunjai Dewan Perwakilan Daerah.

Keadaan jang demikian ini disebabkan karena berbagai pihak dari partai-partai memandang PP 39 kurang demokratis dan tidak mentjerminkan keadaan jang hidup dalam masjarakat dan oleh karena itu pula DPR- DPR jang telah dapat dibentuk diberbagai daerah Kabupaten di Kalimantan ini kurang representatief. Berhubung dengan adanja reaksi dalam sementara partai-partai politik, maka Pemerintah daerah mengurangi atau membatasi aktipiteitnja untuk membentuk DPR-DPR Kabupaten. Sebelum dibekukan PP 39 jang sebenarnja hanja dapat dilakukan dalam daerah bekas Republik Indonesia, ternjata menimbulkan pro dan kontra, dan untuk ini perlu didjelaskan perkembangan demokrasi didaerah Kalimantan. Ketjuali daerah Kalimantan Barat jang dianggap belum mendjadi daerah Republik Indonesia, karena daerah tersebut bergabung dalam RIS diwakili sendiri oleh Pemerintah RIS, maka PP 39 tidak dapat dipergunakan untuk

98