Halaman:Jemari Laurin Antologi Cerpen Remaja Sumbar.pdf/48

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

Dan di hatiku kemabukan tak terperikan.
Aku perempuan, maka maafkanlah ketinggian
hatiku,
Bila bisikanmu membelai hatiku: betapa dalam
matamu,
Betapa manis wajahmu.
O, penyair, di negeriku,
Negeriku yang kucinta,
Ada padaku kekasih menunggu,
Ia kawan setanah airku yang takkan kusia-siakan
hatinya.
Ia kawan setanah airku yang takkan kutukarkan
cintanya....

***

“Waktu memang cepat berlalu ya, padahal baru beberapa hari yang lalu kita berdiri di sana.” Aku menunjuk ke arah kumpulan mahasiswa baru yang sedang dipreteli mentalnya oleh anggota senat.

Depok hari ini panas sekali, matahari memberontak, menarik setiap stomata daun yang tumbuh di sekitar area Pusgiwa (Pusat Kegiatan Mahasiswa), yang pada akhirnya akan berguguran mengotori bumi.

Ukhti, kita, kan, udah selesai, nih, kuliahnya, koas juga udah beres, ntar jadinya mau tetap di mana?.” Ansari, sahabatku menghentakkan sedotan yang membantuku melepaskan dahaga.

“Rencananya, mau balik ke Padang, Aan gimana?”

“Belum ada rencana, nih. Oh ya, Ustazah Nailul mau bikin acara perpisahan buat kita, lho!”

“Oh ya, acara apa, tuh?”

“Wah, teu jelas oge ma abdi.”

Tiba-tiba dari kejauhan seorang gadis tinggi, berkulit putih, dan berperawakan seorang wanita sejati menghampiri kami. Dialah Sissy, sahabatku. Kami bertiga bersahabat sejak pertama kali bertemu. Saat itu, kami diospek bersama di ruang senat. Aku, Jauza A'tima Hubban Aziz, nama yang cukup panjang. Aku dipanggil Jauza oleh semua orang. Kecuali ayahku, beliau memanggilku Hubban, yang artinya