Halaman:Jemari Laurin Antologi Cerpen Remaja Sumbar.pdf/161

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

duduk bersebelahan dengan Kak Ari di sudut ruangan, membelakangi jendela. Ibu dan Tek Ida duduk di seberangnya, menghadap ke arah laut. Ayah dan Datuk duduk di sisi kanan Mak Idai. Aku dan Tante Umi, juga Iva, duduk berseberangan dengan ayah dan Datuk.

Kami melepas waktu dengan cerita masa lalu. Ahhh..., aku jadi teringat saat-saat seperti ini. Kapan, ya? Terlalu lama waktu itu pergi, hingga aku tak kuasa mengingatnya lagi.

“Tih..., Ratih..?” Kak Ari tiba-tiba mengejutkanku dari belakang. “Ah..., ya, Kak,” jawabku terbata-bata.

“Lho..., sore-sore, kok, melamun. Pamali, kata orang tua-tua.” Kak Ari mengambil posisi dan duduk di sampingku. Ikut menikmati senja yang semakin turun merangkak ke bumi.

“Ada apa, sih? Sampai-sampai waktu begitu lama kaunikmati dengan khayalan panjang?” Kak Ari menanyaiku.

Aku tersenyum pedih melihat Kak Ari, menengok kenyataan yang masih jauh dari khayalan yang baru kubayangkan. Aku tak tahu menceritakan ini atau tidak. Aku menatap setiap sudut mata Kak Ari, meminta jawaban agar mau mendengarkan kegundahanku, Burung camar menukik rendah terbang di udara. Ia setuju dengan pandanganku. Kini saatnya, mendung berbalut ego dilepas. Lepas dari kepedihan gonjong Rumah Gadang.* STAN: Sekolah Tinggi Akuntansi Negara

149