Halaman:Jemari Laurin Antologi Cerpen Remaja Sumbar.pdf/136

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

lincah. Namun, yang ada hanya, Fara, gadis lumpuh yatim piatu, yang duduk di kursi roda. Aku sangat menyesali kejadian saat itu. Kecelakaan yang bukan hanya membuatku menjadi seperti ini, tetapi juga merenggut nyawa keduaorang tuaku.

Semua terjadi begitu cepat. Ayah yang terlalu lelah setelah seharian bekerja di kantor merasa pusing sementara bunda yang biasanya menggantikan ayah dalam kondisi seperti itu tertidur lelap di sampingnya. Dan, aku? Ya..., seperti biasa, aku tidak bisa diandalkan untuk menyetir mobil dalam kegelapan karena aku sendiri masih belum mahir mengendarai mobil. Di perempatan jalan, tiba-tiba ada truk yang mmelaju pelan, muncul dari arah kiri jalan yang kami lalui. Ayah tidak sempat mengerem mobil yang kebetulan melaju cukup kencang saat itu dan kecelakaan itu tidak bisa dihindari lagi. Bunda meninggal saat itu juga dan ayah sempat koma selama tiga jam di rumah sakit, sedangkan aku hanya pingsan dan mengalami beberapa luka di kepala dan tangan.

Ayah sempat sadar selama beberapa menit. Saat itu aku sudah tidak bisa apa-apa lagi. Dokter sudah menyatakan bahwa kakiku lumpuh permanen dan luka di kepalaku tidak membuat kerusakan yang begitu berarti. Aku ingat saat itu, ayah menyampaikan pesannya kepadaku untuk yang terakhir kali.

“Fara..., kamu tidak usah menangis... Ayah... Ayah tidak ingin...kamu menangis. Walaupun kakimu lumpuh, kamu tetaplah gadis yang berguna... maafkan, Ayah..., Ayah tidak bisa bertahan... lebih lama Jagi... rawat rumah kita... bersama Mbok Darmi.,. anggap beliau... seperti ibu kamu... doakan Ayah... dan Bunda, ya... Nak.”

Dan setelah itu, ayah meneriakkan kalimat tauhid dengan amat keras. Aku terpana melihat kekuatan ayah yang belum pernah aku lihat selama ini. Sedetik kemudian, ayah mengembuskan napas terakhirnya. Aku hanya bisa menangis, menangis, dan menangis hingga akhirnya aku jatuh pingsan di samping ayah.

“Den Fara, cah ayu, kok melamun terus? Lho? Den ayu kenapa nangis?”

Aku terkejut melihat Mbok Darmi yang sudah berada di

124